Lockdown Bukan Kebijakan Mudah

Lockdown Bukan Kebijakan Mudah

JAKARTA - Desakan pemerintah mengambil kebijakan Lockdown untuk mencegah masifnya penyebaran virus Corona (COVID-19) di Indonesia terus disuarakan berbagai pihak. Hal ini ini sebagai respon perpanjangan status keadaan tertentu darurat bencana wabah penyakit virus Corona di Indonesia yang telah dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Pakar hukum pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menegaskan kebijakan Lockdown suatu negara demi mengantisipasi penyebaran wabah virus bukan sesuatu hal yang mudah. Pertama yang harus diperhatikan yakni peraturan atau dasar hukum. Indonesia perlu diperhatikan Undang Undang. " Ada UU Karantina Kesehatan. Jika lockdown apa sudah siap stock makanan untuk penduduk, untuk binatang dan ternak?" kata Suparji kepada FIN, di Jakarta, Senin (30/3). Dia menjelaskan dalam Undang Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan diatur dalam pasal 55 ayat 1 menyatakan selama dalam karantina wilayah, kebutuhan dasar hidup orang dan hewan ternak yang berada di wilayah karantina menjadi tanggungjawab pemerintah. Kemudian ayat 2 menyebutkan tanggungjawab pemerintah pusat dalam penyelenggaraan karantina wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengn melibatkan pemerintah daerah dan pihak yang terkait. "Itu masalah utamanya. Bisa nggak pemerintah memenuhi ini. Artinya apakah lockdown menyelesaikan masalah," paparnya. Lockdown bertujuan untuk memutus mata rantai penyebaran. Namun untuk memutus penyebaran apakah tidak ada cara lain. Misalnya segera mengobati yang positif, melokalisir yang PDP dan meningkatkan imunitas masyarakat. "Itu yang harus dikaji," jelasnya. Menurutnya, jika kebijakan lockdown diberlakukan tanpa ada pertimbangan matang, maka akan menimbulkan masalah baru di tengah masyarakat. "Saya berpendapat akan muncul masalah baru. Yakni masalah yang sangat serius dengan terjadinya kepanikan nasional. Negara harus hadir dan tegas meyakinkan bisa mengatasi masalah ini. Agar tidak ada kepanikan di masyarakat. Kalau dipaksa lockdown masyarakat akan kesulitan beraktivitas. Akibatnya mereka tidak mendapatkan penghasilan. Dan ini sangat berbahaya," tutupnya. Sementara, Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies, Jerry Massie mengatakan cara ini, dinilai cukup efektif mengatasi penyebaran virus Corona. Selain itu ada pula cara lain. Yakni karantina, isolasi, social distancing and physical distancing. "Ingat, Italia awalnya menggangap remeh dan enteng wabah virus Corona," kata Jerry. Pandemi Corona menerjang negeri Azurri pada 31 Januari 2020. Kala itu, lanjut Jerry, jumlah korban hanya dihitung dengan jari. Sikap apatis bahkan apiori ditunjukan pemerintah Italia. "Jika cepat dilakukan karantina, bisa saja korban tak sebanyak sekarang ini," paparnya. Hingga saat ini, korban wabah Corona di Italia mencapai 10 ribu orang. Per hari tercatat 919 korban meninggal. Sedangkan jika ditotal semuanya mencapai 100 ribu orang. Sebelumnya, pada 21 Februari tercatat hanya 20 korban di Italia. Dalam tempo 18 hari melonjak mencapai 9.171. Kini angkanya sudah sangat fantastis. Di Indonesia saat diketahui ada dua orang terinfeksi COVID -19 di Depok, pemerintah belum mengambil langkah antisipatif. Masih saja berasumsi. "Seandainya langsung cepat dicegah maka dipastikan tidak akan menyebar luas seperti sekarang ini," imbuhnya. Jerry mengaku salut dengan sikap pemerintah Tegal dan Papua dan sejumlah daerah lain yang menutup akses masuk dan keluar daerahnya. Padahal Presiden Jokowi menyebutkan untuk urusan lockdown diserahkan ke pemerintah pusat. Walikota Tegal Deddy Yon Supriyono lebih berani mengambil sikap tegas ketimbang Presiden Jokowi merespon COVID -19 ini. Kota ini pun ditutup selama empat bulan ke depan. "Saya yakin jumlah provinsi yang akan lockdown sekitar 10-15 provinsi. Apalagi Perppu atau Perpres local lockdown akan diterbitkan oleh pemerintah," urainya. Daerah-daerah yang membuat kebijakan lockdown selain Tegal, Solo (semi lockdown) adapula Provinsi Papua, Bali, Kabupaten Karawang khusus (TKA), Maluku dan Bengkulu. Sebelum kejadian ini merebak, Jerry mengaku sudah sempat mengusulkan lockdown di awal Maret 2020. Selain itu, soal pertumbuhan ekonomi 0-2 persen melambat dan utang membengkak. Menurutnya setengah anggaran APBN dialokasikan untuk COVID -19. Anggaran Rp 70 Triliun dana desa, Rp120 Triliun dana kesehatan dan Rp131 triliun anggaran PUPR bisa menutupi financial. Jakarta sendiri setidaknya butuh Rp12,4 triliun untuk lockdown. Khusus lockdown, India menggagarkan Rp353 triliun dari jumlah penduduk yang mencapai 1,3 miliar orang. Malaysia lebih cepat dan tanggap mengatasi wabah Corona. Negeri Jiran ini menganggarkan stimulus Rp920 triliun untuk pencegahan Corona. Singapura memotong gaji pejabat publik untuk tim medis. Berbeda dengan Indonesia. Penanganan Corona hanya dianggarkan Rp62 triliun. "Anehnya, pemerintah membuka sumbangan dari masyarakat. Sebetulnya, anggaran pemerintah di kas sampai Febuari yang nganggur sampai Rp270 triliun," tegasnya. Pemerintah, lanjut Jerry, dihadapkan antara nyawa dan krisis. Saat ini hampir 10 daerah menerapkan local lockdown. Kabupaten Toli-toli (Sulteng), dan Kabupaten Wajo (Sulsel) serta Kota Bogor akan mengikuti jejak Kota Tegal dan Papua. "Saya berharap Presiden menerapan total lockdown untuk menyelamatkan bangsa ini," tutupnya.(lan/fin/rh)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: