Rasio Utang RI Dalam Kondisi Bahaya

Rasio Utang RI Dalam Kondisi Bahaya

JAKARTA - Rasio utang pemerintah Indonesia dianggap telah melampaui batas aman dari penerimaan negara. Bahkan, utang tersebut lebih tinggi dari standar internasional. Dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2019 menyorot bahwa indikator kerentanan utang pemerintah telah melampaui rekomendasi IMF dalam International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411. Adapun rasio-rasio tersebut antara lain rasio debt service terhadap penerimaan, rasio bunga utang terhadap penerimaan, dan rasio utang terhadap penerimaan. Rinciannya, pada 2018 rasio debt service terhadap penerimaan mencapai 39,06 persen, sedangkan IMF mematok batas aman di nominal 25 persen hingga 35 persen. Rasio bunga utang terhadap penerimaan yang oleh IMF dibatasi pada 7 persen hingga 10 persen telah dilampaui oleh pemerintah sejak 2015 di mana rasio bunga utang terhadap penerimaan mencapai 10,35 persen. Sementara rasio utang terhadap penerimaan yang oleh IMF dibatasi pada 90 persen hingga 150 persen sudah dilampaui oleh pemerintah sejak 2013 di mana rasio tersebut mencapai 165,09 persen. Wakil Ketua BPK Agus Joko Pramono mengatakan, setiap utang yang ditarif harus diukur dengan kemampuan membayar yang ditopang oleh penerimaan. Menurut dia, kendati Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh setiap tahun, namun tak diikuti pertumbuhan rasio pajak. Justru, penerimaan pajak terus melemah. "Tax ratio yang pada 2015 mencapai 10,76 persen pada 2019 lalu justru turun ke angka 9,76 persen, padahal RPJMN 2015-2019 menargetkan tax ratio pada tahun lalu bisa naik hingga 16 persen," kata dia, kemarin (11/5). Ia mengungkapkan, bahwa masih banyak NPWP yang tak aktif. Nah, yang tak aktif ini harus diaktifkan kembali guna menopang pajak. Dalam kesempatan yang sama, Ketua BPK Agung Firman Sampurna mengatakan pemeriksaan rasio utang dilakukan bersama pihak Kemenkeu. "Semua pejabat Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengetahui pemeriksaan ini, dan yang paling penting mereka juga menyepakati hasilnya dan ikut di dalam rencana aksi menyusun hasilnya," kata Agung. Terpisah, ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ariyo Irhamna mengatakan, utang pemerintah memang terus melambung seiring Dolar Amerika Serikat (AS) yang terus perkasa. "Utang kita memang sudah sangat tinggi, selain karena nominal yang semakin meningkat. Hal lain, juga disebabkan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS juga melemah," ujarnya kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (11/5). Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya menghormati analisis dari BPK terhadap rasio utang Indonesia yang dianggap di atas batas standar internasional. "Kita hormati. Kita terus melakukan pengelolaan utang secara berhati-hati dan bertanggung jawab. Kalau analisis mengenai debt service ya kita hormati saja, yang terpenting kan kita tetap melakukan pengelolaan secara baik dan berhati-hati," ujar Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.(din/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: