Eks Bupati Bogor Masuk Bui Lagi

Eks Bupati Bogor Masuk Bui Lagi

JAKARTA - Mantan Bupati Bogor, Jawa Barat Rachmat Yasin masuk penjara lagi. Tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan uang dan penerimaan gratifikasi oleh kepala daerah di Bogor resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (13/8). Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, Rachmat Yasin ditahan selama 20 hari pertama. Rachmat bakal mendekam di Rutan Kelas I Jakarta Timur Cabang KPK di Pomdam Jaya Guntur terhitunt sejak 13 Agustus hingga 1 September 2020. "Hari ini kami menahan tersangka RY (Rachmat Yasin) Bupati Bogor periode 2008-2014," ujar Lili dalam jumpa pers virtual di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (13/8). Lili menjelaskan, dalam pokok perkara yang diawali tangkap tangan pada 7 Mei 2014 lalu, KPK telah memproses empat orang tersangka. Mereka masing-masing Rachmat Yasin, mantan Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanam Bogor M Zairin, Komisaris Utama PT Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT Sentul City Kwee Cahyadi Kumala, serta seorang pihak swasta bernama FX Yohan Yap.

BACA JUGA: Logo HUT RI Disebut Mirip Salib, Ustad Hilmi dan Aa Gym Diserang Netizen

Keempatnya telah divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta dan telah selesai menjalani hukuman. Dalam pengembangan perkara, kata Lili, KPK menemukan dugaan penerimaan lain yang dilakukan Rachmat Yasin. Sehingga, lanjutnya, lembaga antirasuah melakukan penyidikan baru demi memaksimalkan asset recovery dan menetapkan Rachmat Yasin sebagai tersangka pada 24 Mei 2019. "Tersangka RY diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebesar Rp8,93 miliar. Uang tersebut diduga digunakan untuk biaya operasional bupati dan kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014," ungkap Lili. Selain itu, sambung Lili, Rachmat juga diduga menerima gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol dan mobil Toyota Velfire senilai Rp825 juta. "Gratifikasi tersebut diduga berhubungan dengan jabatan tersangka dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya serta tidak dilaporkan ke KPK dalam waktu paling lambat 30 hari kerja," tutur Lili.

BACA JUGA: Sinopsis Shark Night, Liburan yang Terganggu Serangan Hiu

Atas perbuatannya tersebut, tersangka RY disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dalam konstruksi perkara dugaan pemotongan pembayaran SKPD, Rachmat Yasin diduga melakukan pertemuan secara langsung maupun tidak dengan sejumlah SKPD di Pemkab Bogor. Dalam pertemuan tersebut, RY menyampaikan kebutuhan dana di luar pembiayaan APBD yang harus dipenuhi oleh bupati, khususnya operasional bupati dan biaya pencalonan kembali. "Untuk memenuhi kebutuhan itu, RY menyatakan kepada para Kepala Dinas untuk membantunya. Maksudnya, RY meminta setiap SKPD menyetor sejumlah dana kepadanya," tutur Lili.

BACA JUGA: Panduan Melihat Pengumuman SBMPTN 2020 dan 12 Link Mirror yang Bisa Dikunjungi

Dikatakan Lili, setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memotong dana. Sumber dana yang dipotong diduga berasal dari honor kegiatan pegawai, dana insentif struktural SKPD, dana insentif dari jasa pelayanan RSUD, upah pungut, pungutan kepada pihak yang mengajukan perizinan di Pemkab Bogor, dan pungutan kepada pihak rekanan yang memenangkan tender. "Total uang yang diterima RY selama 2009-2014 yang berasal dari potongan dana kegiatan SKPD adalah sebesar Rp8,93 miliar," tandas Lili. Sementara terkait dugaan penerimaan gratifikasi tanah seluas 20 hektare, Rachmat Yasin diduga telah meminta hibah berupa tanah dari warga yang bermaksud membangun pesantren dan kota santri di atas tanah seluas 350 hektare di Jonggol. Pemilik tanah kemudian menghibahkan tanah seluas 20 hektare tersebut sesuai permintaan Rachmat. Hibah itu, diduga, agar memperlancar perizinan lokasi pendirian pondok pesantren dan kota santri. Sedangkan terkait dugaan penerimaan Toyota Velfire, Rachmat diduga meminta bantuan seorang pengusaha yang memegang sejumlah proyek di Kabupaten Bogor sekaligus tim sukses Rachmat dalam Pilkada 2013. Bantuan tersebut diduga berbentuk pembayaran cicilan kredit. "Pada April 2010, RY diduga meminta bantuan kepada seorang pengusaha untuk membeli sebuah Toyota Vellfire yang uang mukanya berasal dari RY sebesar Rp250 juta. Pemberian gratifikasi pada RY diduga dilakukan dalam bentuk pembayaran cicilan mobil sebesar Rp21 juta per bulan sejak April 2010 hingga Maret 2013," tutup Lili. Diketahui, Rachmat telah bebas pada 8 Mei 2019 setelah menjalani masa hukuman terkait perkara korupsi lainnya di Lapas Sukamiskin Bandung. Rachmat saat itu divonis 5 tahun 6 bulan penjara dan denda Rp300 juta karena menerima suap senilai Rp4,5 miliar guna memuluskan rekomendasi surat tukar menukar kawasan hutan atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 hektare.(riz/gw/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: