Pengamat: Minim Daerah Resapan Air Penyebab Banjir

PURWOKERTO - Musibah banjir yang melanda di Kecamatan Kemranjen dan Sumpiuh disebabkan minimnya daerah resapan air. Hal tersebut disampaikan Pengamat Lingkungan sekaligus Dosen Fakultas Biologi Unsoed dan Kajian Utama tentang Ekotoksikologi Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Dr Hernayanti jika. Menurut dia, banjir di Kecamatan Kemranjen dan Sumpiuh sering terjadi setiap tahun. Namun ditambah fenomena La Nina serta curah hujan yang tinggi menyebabkan genangan air yang cukup lama dan dalam . Bahkan hingga berhari-hari. Ia mengatakan, banyak daerah resapan dan pepohonan yang berubah menjadi pemukiman warga. "Sekarang sudah dibuat menjadi perumahan, sehingga daerah resapan air sudah tidak ada, karena beralih fungsi," katanya seperti dikutip dari Radar Banyumas (Fajar Indonesa Network Grup). Menurutnya beberapa tahun lalu, daerah itu masih memiliki banyak pepohonan. Hal itu membuat kasus banjir tidak separah saat ini. Selain faktor minimnya daerah resapan air, ada juga faktor lain yang mempengaruhi penyebab banjir yakni faktor cuaca yang tidak menentu. Cuaca yang tidak menentu saat ini karena adanya pemanasan global, sehingga cuaca menjadi semakin ekstrim. Hernayanti mengatakan ada sejumlah langkah yang bisa mencegah terjadinya banjir. Yakni menyiapkan tempat resapan baru, dengan melakukan reboisasi kembali. Reboisasi atau penanaman pohon kembali adalah berbagai jenis pohon seperti mahoni, jati, trembesi, pohon tabebuya. "Meskipun ada kendala memakan waktu yang lama untuk menjadi besar," katanya. Ia melanjutkan, bencana tanah longsor yang akhir-akhir ini terjadi faktor utama yakni tekstur tanah.Banyaknya korban tanah longsor karena ada beberapa rumah yang berdekatan dengan tebing atau perbukitan. "Untuk tanah longsor memang sulit. Pohonoun tidak bisa menahan. Untuk mengurangi korban, lebih baik memang membangun rumah jauh dari tebing atau bukit yang rawan," pungkasnya. (ali)
Sumber: