KPK Jemput Paksa Eks Direktur PT Garuda Indonesia

KPK Jemput Paksa Eks Direktur PT Garuda Indonesia

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno (HS) di kediamannya di kawasan Jati Padang, Jakarta Selatan, Jumat (4/12). Hadinoto merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat Airbus S.A.S serta Rolls-Royce P.L.C pada PT Garuda Indonesia. "Jumat, 4 Desember 2020, KPK telah jemput paksa HS selaku tersangka dalam perkara dugaan korupsi terkait PT garuda Indonesia," ujar Plt Juru Bicara KPK dalam keterangannya, Jumat (4/12). Ali mengungkapkan, penjemputan paksa dilakukan lantaran Hadinoto mangkir dari panggilan KPK untuk diperiksa sebagai tersangka dalam perkara tersebut pada Kamis (3/12). "Yang bersangkutan sebelumnya telah dipanggil secara patut menurut hukum namun mangkir dari panggilan penyidik KPK," kata Ali. Saat ini, Hadinoto tengah menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. "Perkembangannya akan kami informasikan lebih lanjut," ucap Ali. Diketahui, KPK telah menetapkan Hadinoto sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap tersebut pada 7 Agustus 2019 lalu. Sebelum Hadinoto, KPK terlebih dahulu menetapkan mantan Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar dan pemilik PT Mugi Rekso Abadi (MRA) dan Connaught International Pte.Ltd. Soetikno Soedarjo sebagai tersangka. KPK menemukan fakta-fakta yang signifikan terkait uang suap yang diberikan Soetikno kepada Emirsyah dan Hadinoto tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce. Akan tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia. Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008-2013 dengan nilai miliaran dolar AS. Pertama, kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce. Kedua, kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S. Ketiga, kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR) dan keempat kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft. Selaku konsultan bisnis/komersial dari Rolls-Royce, Airbus, dan ATR, Soetikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Selain itu, Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier. Pembayaran komisi tersebut diduga terkait keberhasilan Soetikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia dan empat pabrikan tersebut. Soetikno selanjutnya memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan. Soetikno diduga memberi Rp5,79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680 ribu dolar AS dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan 1,2 juta dolar Singapura untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura. Untuk Hadinoto, Soetikno diduga memberi 2,3 juta dolar AS dan 477 ribu Euro yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. (riz/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: