Indonesia Kembalikan Limbah B3 ke Negara Asal

Indonesia Kembalikan Limbah B3 ke Negara Asal

JAKARTA - Pemerintah malalui Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) akan mengembalikan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dari empat negara, yakni Inggris, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Australia. Dirjen Amerika dan Eropa, Ngurah Swajaya mengatakan, bahwa ada 79 kontainer B3 yang merupakan bahan baku industri mengandung limbah B3 yang akan dikembalikan. Pengembalian atau reekspor ditargetkan selesai pada akhir Januari 2021.

BACA JUGA: Muannas Ingatkan Tengkuzul: Jangan Bikin Gaduh, yang Dilaporkan Bukan Mimpi Bertemu Rasulnya

"Sesuai dengan Basel Convention (on the Control of the Transboundary Movements of Hazardous Wastes and their Disposal), impor lintas negara yang berisi limbah B3 tidak diperkenankan, sehingga Pemerintah Indonesia harus mengembalikannya kepada negara pengirim," kata Swajaya di Jakarta, (25/12). Swajaya menyebut, sebanyak 79 kontainer yang akan direekspor merupakan bagian dari total 107 yang disita Pemerintah Indonesia karena mengandung limbah B3. Adapun 28 kontainer lain harus melalui pemeriksaan ulang.

BACA JUGA: Karen Nijsen Komentari Unggahan Natal Gading Marten, Netizen: New Year New Mama

"Pemanggilan empat kedubes oleh Kementerian Luar Negeri RI secara virtual ditanggapi positif perwakilan masing-masing dan berjanji akan bekerja sama dengan Pemerintah Indonesia dalam proses reekspor," ujarnya. Swajaya menjelaskan, untuk proses verifikasi setiap kontainer melibatkan lintas kementerian dan lembaga, di antaranya Kementerian LHK, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementeria Keuangan, Kepolisian RI, dan Kemlu.

BACA JUGA: Fadli Zon Soal Vaksin Covid-19: Sebaiknya Impor Pfizer, Jangan Hanya Tergantung Sinovac yang Belum Jelas

"Kementerian LHK juga menjalin komunikasi dengan national focal point di setiap negara impor, kecuali AS yang bukan negara anggota Konvensi Basel," ujarnya. Indonesia, sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi Konvensi Basel, melarang impor barang yang mengandung limbah beracun, mengingat pengiriman bahan berbahaya itu dapat mencemari lingkungan dan berbahaya bagi ekosistem di dalam negeri.

BACA JUGA: Soal Afirmasi Ahmadiyah, Tifatul: Konsultasi sama Wapres, Beliau yang Nyatakan Menyimpang

Larangan itu telah ditetapkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 tahun 2005 tentang Pengesahan Amandemen atas Konvensi Basel tentang Pengawasan Perpindahan Lintas Batas Limbah Berbahaya dan Pembuangannya. Perpres itu ditandatangani oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juli 2005. Dapat diketahui, terhitung mulai 1 Januari 2021, pemerintah China akan menutup akses impor limbah. Hal ini dilakukan setelah pada tahun 2018, negeri tirai bambu ini mengeluarkan kebijakan yang melarang adanya impor 24 jenis limbah termasuk plastik.

BACA JUGA: Penyaluran Banpres Produktif Usaha Mikro di Bolaang Mongondow Timur Melibatkan Pemda

Alhasil, kebijakan tersebut menyebabkan negara-negara pengekspor limbah utama dunia seperti Amerika Serikat, Australia, dan negara di Eropa akan memilih negara di Asia Tenggara yaitu Indonesia, Thailand, dan Vietnam, untuk tujuan baru ekspor limbah mereka. Akan tetapi, tiga negara tersebut dengan cepat menjadi kewalahan dengan volume sampah yang diterima dari negara-negara tersebut hingga mulai menerapkan larangan dan pembatasan atas impor limbah.

BACA JUGA: Reaktif Covid-19, Polda Jadwal Ulang Klarifikasi Haikal Hasan Soal Mimpi Rasulullah

"Pemerintah tidak dapat mengimpor limbah umum dan limbah beracun yang berbahaya dari luar negeri karena undang-undang melarang negara untuk melakukannya," kata Direktur pengelolaan limbah padat, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Tahar. "Undang-undang hanya mengizinkan impor bahan limbah yang dapat didaur ulang, dengan pengotor maksimum pada bahan bekas impor dibatasi pada 2 persen," sambungnya.

BACA JUGA: Soroti Rangkap Jabatan Wali Kota-Menteri Risma, ICW: Kita Bisa Melihat Inkompetensi

Novrizal mengatakan, bahwa pemerintah Indonesia menargetkan industri plastik dalam negeri dapat memproduksi bahan bekas sendiri tanpa harus mengimpor dari tempat lain pada tahun 2026. Sementara tujuan yang sama untuk industri kertas akan tercapai pada tahun 2030. "Tapi tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ada ekosistem yang harus disiapkan, sampah bisa ditambah, masyarakat juga harus didorong untuk memilah sampah," pungkasnya. (der/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: