Rapor Merah Pemerintah di Sektor Energi

Rapor Merah Pemerintah di Sektor Energi

JAKARTA – Kinerja pemerintah dalam pengelolaan sektor energi seperti listrik, BBM dan minerba dinilai relatif biasa-biasa saja dan cenderung merah. Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto memberi catatan terhadap kinerja pemerintah. Mulyanto menilai, sepanjang 2020 ada beberapa kejadian yang menjadi penilaian buruk pemerintah. Diantaranya, peristiwa padam listrik se-Jawa akibat pohon sengon. Menurut Mulyanto kejadian ini sangat tidak masuk akal dan menunjukan rapuhnya sistem keandalan kelistrikan nasional. “Kalau dalam teori pertahanan keamanan, Pulau Jawa itu jantung pertahanan nasional. Kalau jantung pertahanannya saja mudah dilumpuhkan, apalagi wilayah lainnya. Infrastruktur listrik itu termasuk objek vital yang perlu dijaga dengan sungguh-sungguh,” tegas Mulyanto, Rabu (30/12).

BACA JUGA: Jumlah Pasien Covid-19 Bergejala Dirawat di Wisma Atlet Relatif Menurun

Hal lain yang disorot Mulyanto terkait kelistrikan adalah terjadinya lonjakan tagihan listrik masyarakat disaat pandemi COVID 19. Dalam kondisi kepanikan masyarakat karena pandemi, PLN selaku operator listrik negara, yang seharusnya memberi kenyamanan malah menambah kepanikan. Mulyanto menyoroti ketidaksigapan PLN dalam melayani keluhan pelanggan. “Kacau betul situasi kita pada saat itu. Masyarakat dibuat panik karena tagihan listriknya melonjak. Menghadapi situasi seperti itu PLN bukannya memberi pelayanan yang lebih menenangkan malah mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang mengundang emosi masyarakat,” kenang Mulyanto.

BACA JUGA: BPOM: Izin Darurat Vaksin Covid-19 Sinovac Masuki Tahap Penyelesaian

Selain dua peristiwa tadi, masih ada peristiwa lain terkait ketenagalistrikan yang menurut Mulyanto menjadi catatan kurang baik bagi Pemerintah. Diantaranya, over supply listrik dan membengkaknya utang PLN. Sementara tingkat elektrifikasi masih belum merata, terutama di wilayah Indonesia Timur. “Intinya masih banyak PR yang harus diselesaikan Pemerintah di sektor kelistrikan ini,” kata Mulyanto. Di sektor BBM ada beberapa catatan yang perlu menjadi perhatian Pemerintah. Diantaranya, mahalnya harga BBM disaat harga minyak dunia anjlok ke titik terendah sepanjang sejarah.

BACA JUGA: Sebelum Berstatus Tersangka, Unggahan Gisel yang Titipkan Gempi ke Gading Marten Ramai Disorot

Menurut Mulyanto, kejadian itu aib Pemerintah yang tidak boleh terulang. Jika di masa lalu Pemerintah menyediakan subsidi BBM pada rakyat, tapi dengan kejadian itu terkesan sebalikya, justru rakyat yang memberi subsidi pada Perusahaan Pemerintah. Hal lain yang disorot Mulyanto terkait BBM adalah merosotnya target dan realisasi lifting minyak nasional secara terus-menerus. Pemerintah dinilai kurang agresif dalam pemboran dan menemukan ladang minyak baru dan mengoptimalisasi kinerja ladang minyak yang sudah ada. Dalam jangka panjang situasi seperti ini akan sangat membahayakan. Indonesia akan semakin bergantung pada pasokan minyak impor dan neraca transaksi berjalan semakin merah.

BACA JUGA: Bea Cukai Nyatakan Siap Bantu Akses Kepabeanan di Pelabuhan Patimban

Kinerja Pemerintah di sektor gas juga memprihatinkan. Masih terdengar kelangkaan gas melon 3 kg di beberapa tempat. Beberapa kali juga Pemerintah melempar wacana menarik subsidi gas, yang menyebabkan harga gas melonjak naik. “Sementara itu pengembangan jaringan gas alam ke rumah-rumah, untuk mengganti gas elpiji ini masih jauh dari target yang diharapkan. Jadi bisa dibilang, kinerja Pemerintah di sektor gas ini juga tidak bagus-bagus amat,” tegas Mulyanto. Di sektor minerba, Mulyanto juga mencatat beberapa capaian kinerja Pemerintah yang kurang memuaskan. Diantaranya, Pemerintah terlalu lemah menghadapi Freeport sehingga target pembangunan smelter terus mundur. Padahal keberadaan smelter ini sangat penting untuk menambah pendapatan negara.

BACA JUGA: Atasi Kemacetan, Hotel di Puncak Bogor Disarankan Sediakan Bus untuk Pengunjung

Sebelumnya, survei nasional Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menunjukkan 67 persen warga merasa puas dengan kinerja pemerintah. Hal ini dalam menangani Covid-19. Sementara 30 persen menjawab kurang atau tidak puas. Survei ini dilakukan melalui wawancara telepon kepada 1.202 responden yang dipilih secara acak (random) pada 23-26 Desember 2020. Margin of error survei diperkirakan 2,9 persen. Direktur Eksekutif SMRC, Sirojudin Abbas menjelaskan, sepanjang masa Covid-19 tingkat kepuasan warga terhadap kinerja pemerintah menangani Covid-19 cenderung konsisten tinggi. “Memang sempat drop secara tajam menjadi 46 persen pada 7-10 Oktober 2020, namun setelah itu menaik kembali sehingga kini mencapai 67 persen,” kata Abbas. Selain itu, SMRC juga merilis kepuasan publik dengan kinerja pemerintah menangani krisis ekonomi akibat Covid 19. Sekitar 57 persen warga merasa puas, sementara yang tidak puas 39 persen. Ia menilai, kepuasan dengan kinerja pemerintah menangani pemulihan ekonomi akibat Covid-19 secara umum positif dan cukup stabil. Pada survei 9-12 September 2020 angkanya adalah 53 persen, sementara dalam survei terakhir ini menaik sedikit menjadi 57 persen. Selanjutnya, survei itu menunjukkan bahwa mayoritas warga, sekitar 75 persen, percaya Presiden Jokowi mampu membawa Indonesia keluar dari krisis ekonomi akibat wabah Covid-19. Yang tidak percaya 18 persen. (khf/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: