Soal Pasal Penghinaan Presiden, Arsul Sani Setuju Ada Tapinya

Soal Pasal Penghinaan Presiden, Arsul Sani Setuju Ada Tapinya

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menjelaskan, pasal penyerangan terhadap martabat presiden dan wakil presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) layak dipertahankan. Dia beralasan, banyak negara yang tradisi demokrasinya sudah lama pun tetap menerapkan kriminalisasi bagi penghina atau penyerangan kepada kepala negara yang menjabat. Namun dia berargumen agar pasal ini diformulasikan supaya tidak bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

BACA JUGA: Lili Pintauli Siregar Dilaporkan Eks Direktur dan Dua Penyidik ke Dewas KPK

"Artinya adalah wajar kalau di dalam KUHP kita berdasarkan benchmarking, pasal terhadap penghinaan presiden dan wakil presiden, atau penyerangan terhadap martabat presiden dan wakil presiden itu dipertahankan. Tantangan kita adalah bagaimana ini tidak menabrak putusan Mahkamah Konstitusi," paparnya, Rabu (9/6).

BACA JUGA: Selamat Ya, Jasa Marga Raih Penghargaan di Ajang BUMN Marketeers Award 2021

Hal tersebut disampaikan Arsul saat rapat kerja Komisi III DPR RI dengan Menkumham Yasonna Laoly. Dia pun mengungkapkan, di periode lalu, sebagai upaya tidak menabrak putusan MK, ada tiga hal yang harus dilakukan. Pertama sifat deliknya diubah, dari delik biasa ke delik aduan.

BACA JUGA: Diperiksa KPK Hampir 9 Jam, Azis Syamsuddin Tutup Mulut

Kedua, diberi pengecualian pada ayat berikutnya, yang bukan merupakan penyerangan itu apa, dalam rangka terhadap kritik kebijakan atau pembelaan diri. Dan ketiga, supaya menghindarkan potensi kesewenang-wenangan penegak hukum, maka pidananya harus diturunkan, harus di bawah lima tahun. "Itu pun kita masih dalam rangka merespon terhadap kekhawatiran masyarakat, seperti yang disampaikan Pak Habiburokhman perlu ada penjelasan lagi terhadap pasal 218 dan 219 KUHP. Jadi hemat saya pasal ini tetap perlu dipertahankan, tetapi dengan formulasi yang baik yang hati-hati, yang menutup potensi untuk disalahgunakan seminimal mungkin," jelas Arsul.

BACA JUGA: Pemerintah Berencana Sembako Dikenakan PPN

Dia pun menjabarkan, agar tidak hanya melihat sisi pandang internal, tapi juga perlu melakukan benchmarking atau tolok ukur, tentang hukum yang terkait penyerangan pemegang kekuasaan, khusunya kepala negara di negara-negara lain. (khf/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: