Operasi Militer Israel di Rafah Berubah Jadi Kamp Pengungsi

Operasi Militer Israel di Rafah Berubah Jadi Kamp Pengungsi

Suasana di tempat penuh dengan bangunan yang hancur. --

fin.co.id - Wakil perwakilan tetap Afrika Selatan untuk PBB, Selasa (13/2), menyatakan keprihatinannya atas kemungkinan serangan Israel terhadap kota Rafah di Jalur Gaza selatan.


Rafah merupakan rumah bagi lebih dari 1 juta orang yang mencari perlindungan dari perang Israel di wilayah kantong tersebut.


"Pengumuman perluasan operasi militer di Rafah, yang secara de facto telah berubah menjadi kamp pengungsi, semakin melanggengkan pengungsian warga Palestina dan mengancam mata pencaharian warga sipil yang hampir tidak ada lagi," kata Marthinus van Schalkwyk.

Hal tersebut ia sampaikan dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional.


BACA JUGA:Menlu Israel Cegah Pengiriman Tepung untuk Pengungsi di Jalur Gaza

Hal tersebut sepenuhnya mengabaikan perintah Mahkamah Internasional (ICJ) yang dikeluarkan pada 26 Januari, tambahnya.

Pernyataannya muncul setelah Afrika Selatan meminta ICJ untuk segera menilai niat Israel untuk memperluas kehadiran militernya di Rafah.


Afrika Selatan mendesak ICJ untuk mempertimbangkan apakah mereka memerlukan pengadilan untuk menggunakan kekuasaannya untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut terhadap hak-hak warga Palestina.


Pada akhir tahun 2023, Afrika Selatan mengajukan kasus ke pengadilan PBB, menuduh Israel gagal menjunjung komitmennya berdasarkan Konvensi Genosida 1948.


BACA JUGA:100 Orang Tewas Dalam Serangan Israel di Rafah, Hamas Sebut Ganosida Lanjutan

ICJ, dalam keputusan sementara pada bulan Januari, mengatakan bahwa klaim Afrika Selatan masuk akal.


Keputusan sementara itu memerintahkan tindakan sementara bagi pemerintah Israel untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.


"Dewan ini terus menyaksikan dampak buruk konflik bersenjata terhadap warga sipil, memperburuk krisis kemanusiaan, serta kerawanan pangan dan gizi."


"Ini jelas merupakan pengabaian terhadap hukum kemanusiaan internasional, khususnya tidak adanya perlindungan terhadap non-kombatan yang terjebak dalam baku tembak, serta penolakan yang disengaja terhadap akses terhadap bantuan kemanusiaan, yang masih banyak terjadi," kata Van Schalkwyk.


DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Khanif Lutfi

Tentang Penulis

Sumber: