Calon Panglima TNI Harus Bebas dari Pelanggaran HAM

Calon Panglima TNI Harus Bebas dari Pelanggaran HAM

JAKARTA - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto akan memasuki masa pensiun pada November 2021. Bursa calon Panglima TNI pun bermunculan. Namun, yang harus dipilih oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah sosok yang terbebas dari pelanggaran HAM. Direktur Imparsial Gufron Mabruri mengatakan Presiden Jokowi harus memilih calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto adalah sosok yang rekam jejaknya bebas dari pelanggaran HAM di masa lalu. "Kami menilai, calon Panglima TNI yang baru juga harus memiliki komitmen terhadap perlindungan dan pemajuan HAM," katanya dalam keterangannya, Rabu (23/6). Dikatakannya, Presiden harus mempertimbangkan rekam jejak, prestasi, serta komitmen terhadap reformasi TNI setiap kandidat. Hindari pertimbangan-pertimbangan yang bersifat politis dalam pemilihan Panglima TNI. "Sebab dampaknya pada konsolidasi dan profesionalisme TNI itu sendiri," katanya. Dia juga sangat berharap bahwa Panglima TNI yang baru terbebas dari catatan pelanggaran HAM dan tidak punya potensi menghambat proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM. Misalnya, penyelesaian kasus Trisakti, kasus Semanggi I dan II, kasus penghilangan paksa 1997-1998, kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dan beberapa kasus lainnya. "Presiden perlu mendengarkan masukan dari Komnas HAM dan masyarakat sipil terkait rekam jejak HAM calon Panglima TNI," katanya. Meski pergantian Panglima TNI merupakan hak prerogatif Presiden, namun Presiden tetap harus mempertimbangkan berbagai pandangan dan saran yang berkembang di publik. "Pemilihan Panglima TNI tidak hanya berimplikasi kepada dinamika internal TNI, namun juga kepentingan masyarakat pada umumnya. Jadi sangat penting bagi Presiden untuk mendengarkan, mencermati, dan mempertimbangkan pandangan dan aspirasi masyarakat," ungkapnya. Selain itu, pergantian Panglima TNI juga akan berdampak pada pembangunan kekuatan dan soliditas di dalam tubuh TNI. Proses pergantian Panglima TNI juga perlu mempertimbangkan pola rotasi antarmatra (darat, laut, udara) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 13 ayat (4) UU TNI. Dalam pasal tersebut menyebutkan jabatan Panglima TNI dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan. "Penerapan rotasi antarmatra akan menumbuhkan rasa kesetaraan dan berdampak positif pada penguatan soliditas TNI. Pola rotasi jabatan Panglima TNI yang telah dimulai sejak awal Reformasi ini tentu perlu untuk dipertahanankan, apalagi telah diamanatkan dalam UU TNI," terangnya. Dia juga mengatakan pergantian panglima TNI juga harus dijadikan momentum mendorong kembali agenda reformasi TNI yang saat ini stagnan. "Kandidat Panglima TNI yang dipilih Presiden diharapkan tidak hanya mampu mendorong arah pembangunan TNI yang semakin kuat dan profesional, tetapi juga memiliki komitmen untuk menjalankan agenda reformasi TNI yang belum dijalankan," katanya.(gw/fin)

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


admin

Tentang Penulis

Sumber: