WHO Cabut Status Kedaruratan Kesehatan Global COVID-19

WHO Cabut Status Kedaruratan Kesehatan Global COVID-19

Ilustrasi - Test Antigen--(fin.co.id)

JAKARTA, FIN.CO.ID - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencabut Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) atau status kedaruratan kesehatan global COVID-19.

Sebetulnya, apa makna WHO mencabut kedaruratan kesehatan global terhadap pandemi COVID-19 tersebut, dan bagaimana kaitannya dengan masih merebaknya sub-varian baru Arcturus yang menyebabkan lonjakan kasus di beberapa negara termasuk di Indonesia?

Guru Besar Mikrobiologi Prodi Farmasi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Esa Unggul Jakarta, Prof. Dr. Maksum Radji, M.Biomed., Apt., menjelaskan bahwa sekalipun WHO telah mencabut status kedaruratan kesehatan COVID-19 secara global, namun kita harus tetap waspada dan berhati-hati. Sebab kasus COVID-19 di dunia masih tetap ada, hanya tingkat kedaruratan medisnya saja yang telah dicabut oleh WHO.

“Pencabutan Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) oleh WHO bukan untuk menurunkan kewaspadaan kita terhadap ancaman bahaya dari virus SARS-COV-2 penyebab COVID-19. Kita harus tetap mengantisipasi munculnya lonjakan kasus baru karena wabah COVID-19 belum sepenuhnya dinyatakan usai. Apalagi saat ini masih merebak sub-varian baru Omicron XBB 1-16 yang dikenal dengan Arcturus, termasuk di Indonesia. Apalagi WHO telah menyatakan bahwa sub-varian XBB 1.16 atau Arcturus sudah dinaikkan statusnya dari variant of monitoring menjadi variant of interest, artinya lebih mengkhawatirkan”. Jadi bukan berarti bahwa wabah COVID-19 telah berakhir”, ujarnya.

Lantas bagaimana seharusnya pemerintah menyikapinya?

Menjawab pertanyaan tentang bagaimana sebaiknya pemerintah Indonesia menindaklanjuti pernyataan WHO tentang pencabutan keadaan kedaruratan medis COVID-19 secara global ini, Prof. Maksum mengatakan bahwa pemerintah Indonesia sayogyanya menyikapinya dengan bijak.

Meskipun status darurat COVID-19 telah dicabut, pemerintah harus terus melakukan tindakan mitigasi yaitu deteksi dini dan tetap melakukan penanganan kasus COVID-19 dengan sebaik-baiknya. Karena WHO tidak mengumumkan akhir pandemi COVID-19, sehingga risiko wabah COVID-19 akan tetap masih ada.

“Saya yakin bahwa pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah strategis untuk masa transisi dari pandemi ke fase endemi. Dengan pencabutan status darurat kesehatan COVID-19 ini maka diperlukan juga kebijakan guna pengalihan dana anggaran bagi pasien COVID-19 menjadi tanggungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Bagi masyarakat hendaknya tetap menjaga perilaku hidup sehat, karena bahaya COVID-19 ini masih mengancam, khususnya bagi orang-orang yang beresiko tinggi.” ungkapnya.

Arcturus, sub-varian Omicron XBB 1.16 lebih mudah menular

Prof. Maksum menjelaskan bahwa Arcturus merupakan sub-varian Omicron XBB.1.16, pertama kali dilaporkan di India pada 23 Januari 2023. Kini sub-varian baru ini telah teridentifikasi di lebih dari 31 negara, termasuk Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, Brunei Darussalam, dan Indonesia.

Berdasarkan analisis full genome sequencing, sub-varian baru virus penyebab COVID-19 ini adalah penggabungan antara sub-varian BA.2.10.1 dan BA.2.75 dengan tiga mutasi pada gen spike protein (S) nya, yaitu E180V, F486P, dan K478R. Mutasi pada K478R membuat virus Arcturus lebih kebal terhadap antibodi dalam tubuh seseorang yang telah terinfeksi COVID-19 sebelumnya. Selain itu adanya mutasi gen S tersebut menyebabkan virus lebih cepat menyebar serta menyebabkan infeksi.

“Walaupun saat ini, belum terdapat data yang menunjukkan bahwa Arcturus ini mampu meningkatkan tingkat keparahan penyakit dan kematian pada orang yang terinfeksi, namun karena tingkat penularannya yang cukup tinggi, sehingga WHO telah meningkatkan status Arcturus ini dari variant under monitoring (VuM) menjadi variant of interest (VoI).

Peningkatan status ini dilakukan karena kecepatan penularan varian Arcturus yang lebih tinggi daripada sub-varian Omicron lainnya sehingga memicu kenaikan kasus COVID-19 di beberapa negara akhir-akhir ini.

Berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh WHO sub-varian SARS-CoV-2 XBB.1.16 atau Arcturus ini memiliki angka reproduktif berkisan antara 1.17 – 1.27 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan sub-varian XBB.1 dan XBB.1.5, sehingga sub-varian Omicron terbaru ini menunjukkan kemampuan untuk menyebar dengan lebih cepat”, ungkapnya.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sahroni

Tentang Penulis

Sumber: