Tentang Brain-Eating Amoeba, Simak Penjelasan Guru Besar Farmasi Universitas Esa Unggul

Tentang Brain-Eating Amoeba, Simak Penjelasan Guru Besar Farmasi Universitas Esa Unggul

--

JAKARTA, FIN.CO.ID - Belakangan ini dunia kesehatan dikejutkan oleh kasus kematian seorang pria di Florida, Amerika Serikat, yang meninggal dunia akibat terinfeksi “amuba pemakan otak”. Departemen Kesehatan setempat menyebutkan bahwa kematian pria tersebut disebabkan karena kebiasaannya mencuci hidungnya dengan air.

Bagaimanakah sesungguhnya mahluk hidup yang disebut dengan sebagai “amuba pemakan otak” ini dan seberapa jauh bahayanya, berikut ini penjelasan Prof. Maksum Radji, Guru besar Prodi Farmasi FIKES Universitas Esa Unggul.

Menurut Prof. Maksum, istilah ini memang terkesan cukup menyeramkan. “Kasus meninggalnya seseorang di Florida Barat Daya Amerika Serikat tersebut, bukan satu-satunya, akan tetapi tahun lalu juga pernah ditemukan di Korea Selatan dan Pakistan. Melansir laman https://www.newsweek.com/brain-eating-amoeba-pakistan-naegleria-fowleri-cases-infection-1703795, disebutkan bahwa sejak tahun 2011 sampai 2022 yang lalu, sekitar 90 orang meninggal akibat terinfeksi “amuba pemakan otak” yang sumber penularannya diperkirakan berasal dari tangki penampung air bawah tanah. Walaupun kasusnya jarang ditemukan, infeksi yang disebabkan oleh amuba ini berakibat fatal”, ungkap Prof. Maksum.

Prof. Maksum menambahkan bahwa mikroorganisme penyebab kematian yang fatal tersebut adalah mikroorganisme bersel tunggal yang disebut Naegleria fowleri.

“Mikroorganisme tersebut tergolong sebagai amuba yang mampu menghancurkan jaringan otak dalam waktu relatif singkat, sehingga dijuluki sebagai “amuba pemakan otak”. Secara medis penyakit ini disebut dengan primary amebic meningoencephalitis (PAM) atau meningoensefalitis ameba primer”, katanya.

Menyerang otak

Menjelaskan tentang habitat amuba ini, Prof Maksum menjelaskan bahwa amuba Naegleria fowleri ini umumnya hidup di air tawar hangat seperti danau, sungai, dan mata air panas, serta di dalam tanah. Ketika air yang mengandung amuba ini memasuki hidung, mikroorganisme sel tunggal tersebut dapat masuk ke dalam otak dan menyebabkan infeksi pada otak yang fatal, sehingga menyebabkan kematian.

“Dalam salah suatu studi ditemukan bahwa “amuba pemakan otak” ini masuk ke dalam sel-sel otak diperantarai oleh senyawa kimia yang digunakan oleh sel-sel syaraf untuk saling berkomunikasi satu sama lain. Begitu amuba ini berada di rongga hidung, amuba akan masuk melalui sel syaraf yang terhubung dengan indra penciuman ke dalam lobus frontal otak manusia. Pada saat amuba masuk ke dalam otak manusia, amuba ini menggunakan sel-sel otak sebagai sumber nutrisinya untuk berkembang biak, sehingga dalam waktu singkat menyebabkan kerusakan pada sel-sel otak”, jelas Prof. Maksum.

“Sebagaimana dilansir dari laman cbsnews.com, tanggal 2 Maret 2023 yang lalu, Departemen Kesehatan Florida menyebutkan bahwa kematian yang terjadi pada warga Florida AS tersebut terjadi kemungkinan akibat pencucian sinus hidung menggunakan air ledeng yang terkontaminasi. Walaupun demikian, infeksi ini jarang terjadi. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), di Amerika Serikat tercatat sebanyak 157 kasus primary amebic meningoencephalitis (PAM) antara tahun 1962 hingga tahun 2022. Namun, PAM yang disebabkan oleh “amuba pemakan otak” ini merupakan penyakit infeksi yang fatal. Lebih dari 97% orang yang terinfeksi amuba ini meninggal dunia. Penyakit ini berkembang sangat cepat dan biasanya menyebabkan kematian rata-rata dalam waktu lima hari setelah mulai timbulnya gejala”, ungkapnya.

Cara penularan

Prof. Maksum mengungkapkan bahwa penularan amuba ini melalui water borne atau menular melalui air. Infeksi dapat terjadi ketika air yang terkontaminasi masuk ke tubuh melalui hidung. Amuba ini banyak ditemukan di danau air tawar, kolam, kanal, sungai, lumpur dan lubang-lubang batu.

“Infeksi amuba Naegleria fowleri ini dapat terjadi saat air yang terkontaminasi amuba masuk ke hidung, misalnya saat seseorang pergi berenang atau menyelam di danau, sungai, atau sumber mata air panas. Transmisi amuba ini dapat pula terjadi melalui air kolam renang yang tidak dirawat dengan baik, tempat bermain air atau taman selancar yang tidak terpelihara dengan baik, dan juga ketika mereka menggunakan air keran yang terkontaminasi untuk membilas sinus hidungnya. Dengan demikian amuba ini menyebabkan infeksi pada otak, dan menghancurkan jaringan otak dan biasanya berakibat fatal. Adapun masa inkubasi yang dibutuhkan antara 2 hingga 15 hari sampai munculnya gejala penyakit. Kematian biasanya terjadi 3 sampai 7 hari setelah gejala muncul. Rata-rata waktu kematian adalah 5,3 hari sejak timbulnya gejala. Hanya sedikit pasien saja di seluruh dunia yang dilaporkan selamat dari infeksi ini”, kata Prof. Maksum.

“Sedangkan gejala primary amebic meningoencephalitis (PAM) biasanya tidak spesifik dan mirip dengan meningitis atau radang selaput otak yang disebabkan oleh virus atau bakteri. Gejalanya meliputi sakit kepala berat, demam, leher kaku, kehilangan selera makan, muntah, keadaan mental yang berubah, kejang dan koma”, tambahnya. 

Adapun cara untuk mendiagnosis infeksi “amuba pemakan otak”, Prof Maksum mengatakan bahwa infeksi “amuba pemakan otak” ini cukup sulit untuk didiagnosis. Untuk mengidentifikasi penyebab primary amebic meningoencephalitis (PAM), harus menggunakan tes laboratorium khusus guna mencari spesies amuba dalam cairan serebrospinal, biopsi, atau specimen jaringan lainnya. Diagnosis “amuba pemakan otak” dilakukan antara lain melalui serangkaian wawancara dengan pasien, pemeriksaan cairan sebrebrospinal, dan beberapa tes pencitraan yaitu CT-scan, atau MRI. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Sahroni

Tentang Penulis

Sumber: