Soroti Orang Minum Kencing Unta, Husin Shihab Geram: Tidak Ada Rujukan Dalam Al-Qur'an

Soroti Orang Minum Kencing Unta, Husin Shihab Geram: Tidak Ada Rujukan Dalam Al-Qur'an

Praktisi hukum Indonesia sekaligus pegiat media sosial Husin Shihab.-Instagram/@husinshihab-

BACA JUGA:Husin Shihab Emosi Tahu Akses SD di Margonda Depok Tertutup Pelebaran Trotoar: Walkotnya Kadrun!

"Yang membuat kualitas SDM kita merosot begini," beber praktisi hukum Indonesia tersebut.

"Ada sumber bacaan terpercaya yang mesti dibaca secara komprehensif malah cuma dibaca judulnya aja," sambungnya.

"Padahal artikel itu menjelaskan secara keseluruhan mengenai apa saja yang najis dan konklusinya kencing unta najis dan haram diminum," tegas Husin.

Kicauan Husin Shihab ini mendapat 59 komentar, 134 retweets, 609 likes dari warganet sampai berita ini tayang.

BACA JUGA:Husin Shihab Desak Hal Ini ke Ketua BPOM Karena Beri Izin Edar Obat Sirop ke Yarindo: Harus Mundur!

Melansir situs NU tentang hukum minum air kencing unta, perlu disinggung di awal bahwa para ulama membagi dua kategori najis.

Pertama, benda yang disepakati ulama status najisnya, yaitu daging babi, darah, air kencing manusia, muntah dan kotoran manusia, khamar, nanah, madzi, dan lain sebagainya.

Kedua, benda yang diperdebatkan ulama perihal status najisnya, yaitu anjing, kulit bangkai, air kencing anak kecil yang belum makan apapun selain ASI, mani, cairan pada nanah, dan lain sebagainya.

Air kencing unta termasuk kategori kedua ini. Untuk membaca lebih detail perihal hukum minum kencing unta bisa berkunjung ke situs NU (klik di sini).

BACA JUGA:Husin Shihab Salut ke Kaesang yang Serukan KLB PSSI: Dia Objektif dan Fokus Soal Isu Conflict of Interest

Sedangkan berdasarkan situs Pusat Kajian Halal UIN Sunan Gunjung Djati Bandung menjelaskan para ulama sepakat bahwa air kencing atau urine manusia maupun hewan adalah najis, termasuk benda yang diharamkan dalam Islam.

Kecuali dalam kondisi darurat. Tidak ada obat lain. Maka dalam kondisi darurat itu, diperbolehkan, sampai kedaruratannya hilang.

Dalam Kaidah Fiqhiyyah disebutkan: "Ad-dhorurotu tubiihul-mahzhuroot". Maksudnya, kondisi darurat menyebabkan dibolehkannya hal-hal yang diharamkan.

Perhatikanlah makna ayat: "Maka, barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Baqarah, 2: 173). 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Tiyo Bayu Nugro

Tentang Penulis

Sumber: