Imam Trump

Imam Trump

Janin aborsi. Ilustrasi--

Oleh Dahlan Iskan

PUTUSAN itu tebalnya 213 halaman. Proses sidangnya 6 bulan. Begitu diumumkan Jumat lalu hebohnya bukan main. Maklum, soal aborsi: boleh atau tidak.

Putusannya: terserah negara bagian.

Maka mantan Presiden Donald Trump jadi pahlawan. Rezeki Trump. Di masa jabatannya–yang hanya 4 tahun– ada tiga kursi hakim agung kosong. Ia angkatlah tiga hakim baru. Semuanya beraliran konservatif.

Tidak semua Presiden AS punya nasib begitu baik. Presiden tidak bisa mengganti hakim agung federal. Jabatan itu seumur hidup. Ia presiden hanya bisa mengisi kalau ada yang meninggal. Atau mengundurkan diri.

Di Mahkamah Agung lah  pertempuran soal aborsi terjadi. Selama 50 tahun terakhir. Gegap gempita. Antara kubu liberal (Demokrat) lawan konservatif (Republik). Yakni sejak MA memutuskan kasus yang terjadi di Texas di tahun 1972.

Waktu itu ada seorang janda hamil. Dia mau gugurkan kandungan. Tidak berani. Di Texas menggugurkan kandungan dianggap melanggar hukum.

Sang janda menggugat peraturan itu. Ia menang. Mahkamah Agung memutuskan: itu hak Sang Janda untuk menentukan apa yang terbaik untuk dirinyi. Mahkamah Agung, kala itu, merasa berhak memutuskan itu. Inti gugatansang Janda dianggap masalah konstitusi negara yang harus ditegakkan: hak individu warga negara harus dijunjung tinggi.

Berarti sang Janda bisa melakukan aborsi. Tapi telat. Saat putusan itu terbit bayinyi sudah berusia 3 tahun. Sebenarnya, sambil menunggu putusan itu sang Janda terpikir untuk ke California. Yakni untuk melakukan aborsi di sana. Di negara bagian itu oborsi diperbolehkan tanpa syarat apa-apa.

Nama sang Janda kini banyak disebut lagi di media. Putusan itu dibatalkan. Dia tidak akan tahu. Dia sudah meninggal dunia.

Sejak putusan tahun 1972 itu, golongan konservatif merasa dikalahkan. Mereka ini golongan yang lebih religius. Ajaran agama melarang aborsi. Mereka kalah. Mereka tidak menyerah. Mereka pun meningkatkan perjuangan. Di berbagai sektor.

Setiap menjelang Pilpres para aktivis anti aborsi pilih-pilih: akan mendukung capres yang mana. Pasti yang dari Partai Republik, tapi yang siapa. Yakni yang punya komitmen mendukung perjuangan anti-aborsi.

Di tahun 2012 mereka menemukan Donald Trump. "Kita kan tidak tahu Trump. Latar belakangnya juga tidak jelas. Tapi ternyata ia mau berjanji komit atas perjuangan anti-aborsi," ujar seorang tokoh aktivis di sana.

Dari pengalaman para aktivis itu bisa diketahui bahwa banyak capres Republik yang takut memberikan komitmen bidang aborsi ini. Mereka takut kehilangan suara. Sedang Trump kelihatan mantap.

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: