Mahasiswa Hukum Soroti RKUHP: Ancam Demokrasi dan Berpotensi Lahirkan Orba Gaya Baru

Mahasiswa Hukum Soroti RKUHP: Ancam Demokrasi dan Berpotensi Lahirkan Orba Gaya Baru

Mahasiswa Hukum Soroti RKUHP: Ancam Demokrasi dan Berpotensi Lahirkan Orba Gaya Baru. (Ist) --

JAKARTA, FIN.CO.ID- Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) meminta Pemerintah dan DPR segera mengkaji kembali beberapa pasal sensitif dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) soal penghinaam terhadap pemerintah. 

Ketu Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Permahi, Fahmi Namakule menilai, RKUHP tersebut berpotensi mengancam nilai-nilai Hak Asasi Manusia serta kebebasan demokrasi di Indonesia. Menurutnya, RUKUHP tersebut berpotensi lahirkan rezim otoriter 

“Pemerintah dan DPR harus terbuka serta objektif soal menyerap aspirasi serta masukan dari berbagai kalangan terhadap pasal-pasal yang dianggap sangat pro terhadap sistem pemerintahan tirani yang membungkam demokrasi serta berpotensi melahirkan Orba gaya baru," ujar Fahmi Namakule, Senin 20 Juni 2022.

Dia menjelaskan, terdapat pasal-pasal dalam RKUHP tersebut yang sampai saat ini sangat tidak senada dengan amanat reformasi. 

Diantaranya, pasal 240 yang berbunyi: Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang sah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV. 

Kemudian terdapat pula pasal 241 berbunyi: Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori V.

Fahmi mengatakan, dua ketentuan pasal di atas mengandung dalil penghinaan terhadap pemerintah yang sah tentu mempunyai tafsiran yang luas. 

"Bisa saja setiap orang yang melakukan protes ataupun bentuk demonstrasi yang dilakukan atas kebijakan pemerintahan yang mengadung unsur penghinaan berupa ucapan atau gambar yang dipampang baik secara langsung maupun digital maka bisa saja berpeluang telah melakukan penghinaan terhadap pemerintahan yang sah," ujar Fahmi. 

Selain itu, sambungnya, terdapat juga pasal yang kemudian menjadi bumerang bagi kalangan aktivis maupun berbagai lapisan masyarakat yang sampai saat ini terus menerus melontarkan kritik, masukan, serta saran demi kelangsungan demokrasi serta jalannya roda pemerintahan secara baik.

Lebih lanjut ketentuan pasal 273  Setiap orang yang tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang berwenang mengadakan pawai, unjuk rasa, atau demonstrasi di jalan umum atau tempat umum yang mengakibatkan terganggunya kepentingan umum, menimbulkan keonaran, atau huru-hara dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.

Fahmi menyapaikan pasal 273 ini juga berpotensi mengancam keberlangsungan demokrasi dan kebebasan berpendapat dimuka umum, bagi kalangan aktivis mahasiswa jika melakukan aksi demonstrasi tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu dan mengganggu ketertiban umum dapat dipidana.

Lanjutnya, terdapat pula ketentuan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) sebagai acuan pemerintah terhadap penggunaan wewenangnya dalam mengeluarkan keputusan atau Tindakan dalam menyelenggarakan pemerintahan yakni asas Kecermatan.

Tidak hanya itu, kata dia, dalam suatu mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan terdapat tiga landasan mendasar yang harus diperhatikan, salah satunya adalah dasar sosiologis sebelum suatu peraturan perundang-undangan itu dibuat.

"Sehingga pemerintah dan DPR harusnya melakukan berbagai upaya menyerap masukan publik serta mempertimbangankan kondisi sosiologi efektifitas penerapan regulasi tersebut," tutur Fahmi. 

DAPATKAN UPDATE BERITA FIN LAINNYA DI Google News


Afdal Namakule

Tentang Penulis

Sumber: