Catatan Dahlan Iskan . 03/05/2025, 05:09 WIB
Oleh: Dahlan Iskan
Jannet akhirnya bisa mendapatkan tiket kereta cepat di hari gawat menjelang libur panjang Hari Buruh: dari Shanghai ke Rizhao. Itu perjalanan empat jam.
Di tiket itu tertulis nomor perjalanannya ''D2162''. Huruf ''D'' di situ menunjukkan ini kereta cepat yang tidak terlalu cepat. Kecepatannya hanya sekitar 200 km/jam. Berbeda kalau huruf di depan nomor itu tertulis ''G''. Berarti kecepatan keretanya sampai 350 km/jam. Sama dengan Whoosh Jakarta-Bandung.
''D'' singkatan dari ''Dong'' (gerak maju). ''G'' singkatan dari ''Gao'' (tinggi, kecepatan tinggi).
Memang untuk jurusan antar kabupaten di kawasan ''kering'' tidak ada kereta ''G''. Termasuk jurusan Shanghai-Qingdao ini. Tidak akan melewati kota besar. Tiga kali berhenti tiga-tiganya kota kecil –kecil ukuran Tiongkok: Yancheng, Lianyungang, dan Rizhao. Ini mirip jalur Bandung-Tasik-Kroya-Kutoarjo-Yogyakarta.
Masih ada satu jenis kereta cepat lagi. Kode huruf depannya: C. Misal, C676. Itu berarti kereta cepat yang paling lambat: hanya berkecepatan 160 km/jam. Biasanya itu khusus jurusan antar kota dalam satu provinsi.
Sebenarnya kalau Jakarta-Surabaya bisa sama dengan yang C itu saja, sudah bisa empat jam perjalanan –dari sekarang delapan jam.
Berkat kegigihan Jannet saya bisa tiba di kota kecil Rizhao. Anda masih ingat Jannet: yang ikut saya keliling Amerika pakai mobil bersama suaminyi.
Saya heran: kenapa Indonesia mengirim dokter spesialis jantung sekolah konsultan di Rizhao. Setingkat Trenggalek untuk Jatim. Atau Lubuklinggau untuk Sumsel. Bukan ke Beijing, Shanghai, atau Guangzhou.
Meski ini kota kecil, ternyata RS Rizhao salah satu pusat penanganan jantung. Ini rumah sakit pendidikan untuk universitas kedokteran Qingdao. Ini RS swasta. Pendirinya ahli jantung terkemuka Tiongkok: Prof Ge Junbo. Ia ayatullah-nya jantung di Tiongkok.
Ahli jantungnya: 30 orang. Padahal jumlah tempat tidur pasiennya hanya 200. Itu pun tidak semua untuk jantung. Masih ada banyak departemen. Termasuk ortopedi. Ruang operasinya: lima teater.
Hari kedua di Rizhao saya makan siang dengan tim dokter dari ortopedi. Hadir juga investor rumah sakit ini: Steven Song, putra asli Rizhao, pengusaha besar, bukan dokter.
Tempat makannya sama dengan makan siang dengan tim ahli jantung di hari pertama: di kantin VIP rumah sakit itu.
Selesai makan siang saya kembali diajak keliling rumah sakit. Melihat fasilitas ruang operasi. Kebetulan lagi ada operasi untuk orang yang terkena stroke.
Saya lihat tiga MRI/CT-nya buatan Eropa. Tapi salah satunya sudah buatan Tiongkok sendiri. Mutunya masih kalah, tapi itu soal waktu. Generasi berikutnya sudah pasti lebih baik. Tiga tahun lagi Anda sudah akan bisa menjalani MRI made in China di Indonesia: pasti lebih murah. Dengan demikian, tidak lama lagi RSUD kabupaten pun akan bisa beli MRI –asal ahlinya segera ada.
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com