fin.co.id - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gerindra Ahmad Muzani membantah partainya menyerang PDI Perjuangan. Ini terkait kebijakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang akan diterapkan mulai Januari 2025.
Dia menyebut beberapa pernyataan yang dikeluarkan kadernya terkait hal tersebut hanya menegaskan kebijakan untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen yang menjadi amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) merupakan produk legislasi kolektif.
"Teman-teman Gerindra ingin mengatakan ini kan undang-undang yang juga disetujui bersama, diinisiasi bersama. Jangan kemudian seolah-olah persetujuan bersama-sama. Ya, ini kan produk bersama," kata Muzani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 23 Desember 2024.
Meski begitu, dia menghargai sikap PDIP terhadap kebijakan kenaikan PPN 12 persen per 1 Januari 2025 sebagai sebuah pandangan yang lumrah.
"Kalau mau memberi pandangan, pandangan saja. Tidak ada menyerang," imbuhnya.
Muzani menjelaskan proses pembahasan UU HPP yang menjadi dasar pengaturan kenaikan PPN 12 persen. Ini mulai dibahas pada tahun 2021 situasi dunia sedang pandemi COVID-19.
Selanjutnya, DPR bersama pemerintah berpikir bagaimana meningkatkan sumber-sumber penerimaan negara.
Baca Juga
"Salah satu sumber penerimaannya adalah meningkatkan sektor penerimaan pajak dari PPN. DPR bersama pemerintah ketika itu tahun 2021 melakukan pembahasan tentang kemungkinan penerimaan PPN yang bersumber dari masyarakat. Dari 10 persen, menjadi 11 persen, sampai 12 persen. Kenaikan itu dilakukan secara bertahap," urainya.
Pembahasan RUU HPP akhirnya setuju untuk diundangkan oleh partai-partai di Senayan bersama pemerintah.
"Sebagai partai yang ikut dalam Koalisi Indonesia Maju ketika itu, Gerindra ikut bersama-sama dan memberi persetujuan. Karena itu, kami ikut menyetujui. Bersama-sama dengan partai yang lain setujui itu," paparnya.
Presiden Prabowo Subianto, lanjutnya, hanya menjalankan amanat dari UU HPP untuk menerapkan PPN 12 persen pada 2025.
"Sekarang Pak Prabowo jadi presiden. Sebagai kewajiban atas undang-undang yang sudah diputuskan maka kewajiban pemerintah adalah melaksanakan undang-undang tersebut," tegasnya.
Ketua MPR RI itu pun memandang polemik yang mengemuka di publik atas kebijakan kenaikan PPN 12 persen pada 2025 tak ubahnya sebagai bagian dari proses demokrasi.
"Teman-teman partai yang tadi menyetujui sekarang ikut mempertanyakan dan seterusnya. Saya kira itu sebagai sebuah proses demokrasi, sesuatu yang wajar-wajar saja," terangnya.
Presiden Prabowo juga menerima semua pandangan, kritik, dan saran yang berkembang di masyarakat sebagai catatan sebelum mengambil keputusan.