fin.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil lima saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadan tanah di Rorotan, Jakarta Utara.
"Pemeksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika pada Kamis, 5 Desember 2024.
Namun,dalam hal ini Tessa tidak memerincikan nama dan jabatan lima saksi tersebut. Ia hanya menyebutkan inisialnya saja, yaitu SMS, DMK, JBT, ZA, BPS.
Sebelumnya KPK, pada Senin, 4 November 2024 juga memeriksa lima saksi dalam kasus ini. Para saksi didalami soal kronologis pembelian tanah dan peran-peran mereka dalam pembelian tanag di rorotan tersebut.
Berdasarkan informasi yang diperiksa adalah Mantan Direktur Pengembangan Perumda Sarana Jaya, Denan Matulandi Kalagis; Pejabat Pembuat Akta Tanag (PPAT) Yurisca Lady Enggrani; pihak swasta M.A Denan; pemilik Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) Wisnu Junaidi dan Rekan (W&R) yaitu Wisnu Junaidi didalami kajian bisnis pembelian lahan rorotan, serta pegawai PT Kalma Indocorpora.
Adapun, pada Jumat, 18 Oktober 2024 KPK memeriksa mantan wakil Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada, Joni. Ia diperiksa terkait kronologis dan prosedur pembayaran tanah rorotan.
Dalam perkara ini, KPK telah menahan lima tersangka terkait dugaan korupsi pengadaan tanah di Rorotan, Kecamatan Cilincing, Kota Jakarta Utara oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya tahun 2019 - 2020.
Baca Juga
Setelah adanya kecukupan bukti permulaan pada proses penyiikan, KPK menetapkan dan mengumumkan lima orang sebagai tersangka," ujar Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu pada Rabu, 18 September 2024.
Adapun lima orang tersebut adalah Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory Cornelis Pinontoan (YCP); Senior Manager DIvisi Usaha atau Direktur Pengembangan Perumda Pembangunan Sarana Jaya Indra S. Arharrys.
Direktur Utama PT Totalindo Eka Persada Donald Sihombing; Komisaris PT Totalindo Eka Persada Saut Irianto Rajagukguk; dan Direktur Keuagan PT Totalindo Eka Persada Eko Wardoyo.
Dalam perkara ini terdapat kerugian negara atau daerah sebesar Rp 223 miliar atau Rp 223.852.761.192,00 yang diakibatkan dalam proses investasi dan pengadaan tanah oleh Perumda Pembangunan Sarana Jaya pada 2019-2021.
Kemudian, untuk nilai kerugian negara atau daerah tersebut berasal dari nilai pembayaran bersih yang diterima PT Totalindo Eka Persada dari Perumda Pembangunan Sarana Jaya sebesar Rp 371 Milyar (Rp371.593.267.462,00) dikurangi harga transaksi riil PT Totalindo Eka Persada dengan pemilik tanah awal (PT Nusa Kirana Real Estate/ PT NKRE)
Hal ini diketahui setelah memperhitungkan biaya terkait lainnya seperti pajak, BPHTB dan biaya notaris sebesar total Rp147 Milyar (Rp147.740.506,270,00).
Dalam perkara ini para tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (Ayu/DSW)