Internasional . 04/12/2024, 08:15 WIB

Trump Ancam Tarif 100 Persen ke BRICS, China Tanggapi Dengan Keras: Apa Dampaknya Bagi Ekonomi Dunia?

Penulis : Sigit Nugroho
Editor : Sigit Nugroho

fin.co.id - Pernyataan keras Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, baru-baru ini mencuri perhatian dunia. Dalam sebuah postingan di media sosialnya, Trump mengancam akan mengenakan tarif 100 persen terhadap negara-negara BRICS jika mereka tetap melanjutkan rencana untuk menggantikan dolar AS dengan mata uang alternatif dalam perdagangan internasional.

Ancaman ini langsung mendapatkan respons tegas dari China, salah satu negara anggota BRICS, yang menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan kerja sama yang inklusif dan saling menguntungkan, tanpa terjebak dalam konfrontasi dengan negara lain.

Trump Menggugat Dominasi Dolar AS

Pada Sabtu, 30 November 2024 lalu, Trump menyatakan dalam akun media sosialnya, Truth Social, bahwa negara-negara BRICS yang berusaha menjauh dari dolar AS akan menghadapi konsekuensi besar.

"Kita memerlukan komitmen dari negara-negara ini bahwa mereka tidak akan menciptakan Mata Uang BRICS yang baru, atau mendukung mata uang lain untuk menggantikan Dolar AS yang perkasa," tulis Trump.

Jika negara-negara BRICS terus mendorong rencana tersebut, Trump mengancam akan memberikan tarif 100 persen terhadap produk-produk mereka yang dijual ke pasar AS, dengan peringatan tegas: "Selamat tinggal pada penjualan produk kalian ke ekonomi AS yang luar biasa."

Ancaman ini datang di tengah upaya negara-negara BRICS, yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, untuk mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS dalam transaksi perdagangan internasional.

Sejak beberapa tahun terakhir, BRICS telah memperkenalkan langkah-langkah untuk menggunakan mata uang lokal dalam perdagangan antar negara anggota, dengan tujuan untuk memutus dominasi dolar AS yang telah menguasai perdagangan global selama puluhan tahun.

China Tegaskan Posisi BRICS yang Inklusif

Menanggapi ancaman Trump, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Lin Jian, dengan tegas membantah bahwa BRICS bertujuan untuk mengkonfrontasi negara manapun.

Dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa, 3 Desember 2024 kemarin, Lin menegaskan bahwa BRICS tetap berkomitmen pada kerja sama yang saling menguntungkan dan inklusif.

"Sebagai 'platform' kerja sama yang penting bagi pasar-pasar baru dan negara-negara berkembang, BRICS menganjurkan keterbukaan dan tidak menargetkan pihak ketiga mana pun," kata Lin, dilansir Antara.

Ia menambahkan bahwa tujuan utama BRICS adalah untuk memperkuat pembangunan dan kemakmuran bersama, dengan fokus pada kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi dunia yang berkelanjutan.

China, sebagai anggota utama BRICS, menyatakan kesiapan untuk terus memperdalam kerja sama praktis dengan mitra-mitra lainnya di berbagai bidang, termasuk keuangan dan perdagangan internasional.

BRICS: Mencari Alternatif untuk Hegemoni Dolar

Sejak didirikan pada 2009, BRICS telah berkembang menjadi blok ekonomi yang sangat berpengaruh. Dengan jumlah penduduk yang mencapai 43 persen dari total populasi dunia dan kontribusi 25 persen terhadap ekonomi global, negara-negara BRICS telah memainkan peran penting dalam perdagangan internasional.

Pada Desember 2023, BRICS memperluas keanggotaan mereka dengan memasukkan Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab, menambah dinamika baru dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

Meskipun Arab Saudi belum secara resmi bergabung, negara ini sudah aktif berpartisipasi dalam pertemuan-pertemuan BRICS. Selain itu, Indonesia juga telah menyatakan minatnya untuk bergabung dengan blok ini.

           
© 2024 Copyrights by FIN.CO.ID. All Rights Reserved.

PT.Portal Indonesia Media

Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210

Telephone: 021-2212-6982

E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com