Ojol Terancam Tak Dapat Subsidi BBM: Ekonom Peringatkan Dampaknya Bisa Mengguncang Ekonomi Perkotaan

fin.co.id - 29/11/2024, 15:38 WIB

Ojol Terancam Tak Dapat Subsidi BBM: Ekonom Peringatkan Dampaknya Bisa Mengguncang Ekonomi Perkotaan

Pengendara ojek online (ojol)

fin.co.id – Rencana pemerintah untuk mencabut subsidi bahan bakar minyak (BBM) bagi pengemudi ojek online (ojol) memicu perdebatan sengit di kalangan ekonom dan pengamat.

Kebijakan yang dinilai kontroversial ini dianggap dapat membawa dampak buruk tidak hanya bagi pengemudi ojol, tetapi juga bagi perekonomian kota secara keseluruhan.

Ekonom menilai langkah ini seolah mengabaikan peran krusial ojol dalam mendukung mobilitas dan perekonomian masyarakat urban, yang sebagian besar bergantung pada sektor informal.

Subsidi BBM: Untuk Ojol atau Masyarakat?

Achmad Nur Hidayat, Ekonom dan Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Pembangunan Nasional 'Veteran' Jakarta, menilai kebijakan ini tidak adil karena pengemudi ojol mayoritas berasal dari kelas menengah ke bawah yang mengandalkan pendapatan harian.

“Mereka bukan hanya mengangkut penumpang, tetapi juga memainkan peran penting dalam sektor logistik, seperti pengiriman makanan dan barang. Subsidi BBM ini bukan hanya untuk pengemudi ojol, tetapi untuk masyarakat luas yang menggunakan layanan mereka,” ujar Achmad kepada disway, Jumat, 29 November 2024.

Jika subsidi dicabut, biaya operasional pengemudi ojol akan naik secara signifikan. “Tentu saja, biaya tambahan ini akan diteruskan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan tarif. Hal ini bisa mempengaruhi daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan memengaruhi perekonomian secara lebih luas,” tambah Achmad.

Menurutnya, penghapusan subsidi ini dapat menciptakan efek domino yang merugikan, tidak hanya bagi pengemudi ojol, tetapi juga bagi ekonomi perkotaan secara keseluruhan.

"Jika tarif naik, banyak konsumen mungkin akan mengurangi penggunaan layanan ojol, yang bisa menurunkan pendapatan pengemudi lebih lanjut. Ini bisa mendorong banyak pengemudi keluar dari pasar, memicu lonjakan pengangguran, terutama di sektor informal yang selama ini menyerap banyak tenaga kerja," jelas Achmad.

Potensi Gelombang Pengangguran Baru

Sejak beberapa tahun terakhir, sektor informal, yang mencakup pengemudi ojol, telah menjadi salah satu penyerap tenaga kerja terbesar di perkotaan. Dengan mencabut subsidi BBM untuk ojol, pemerintah berisiko menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor lain yang lebih formal, tetapi malah menambah pengangguran di sektor informal.

“Meningkatnya biaya operasional bisa memaksa banyak pengemudi untuk berhenti, yang pada akhirnya meningkatkan pengangguran, terutama di kalangan mereka yang mengandalkan pekerjaan serabutan," ujar Achmad.

Di sisi lain, kebijakan ini juga berisiko memperburuk ketimpangan ekonomi. Dengan penghapusan subsidi, kelas menengah ke bawah yang bergantung pada ojol sebagai sumber pendapatan utama akan semakin terhimpit, sementara mereka yang berada di kelas atas masih mampu mengakses transportasi alternatif dengan biaya yang relatif lebih rendah.

“Kebijakan ini dapat semakin memperburuk kesenjangan sosial dan ekonomi,” lanjut Achmad.

Solusi Alternatif: Subsidi yang Tepat Sasaran

Achmad mengusulkan agar pemerintah tidak terburu-buru mencabut subsidi BBM untuk ojol, tetapi lebih fokus pada pendistribusian subsidi yang lebih tepat sasaran.

Pendekatan berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) untuk kendaraan yang digunakan dalam kegiatan produktif, seperti ojol, bisa menjadi solusi yang adil.

Dengan sistem ini, pengemudi ojol yang berhak akan tetap mendapatkan subsidi, sementara penyalahgunaan oleh pihak yang tidak berhak bisa dicegah.

Sigit Nugroho
Penulis