fin.co.id- Jaksa Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) mendesak hakim agar segera memutuskan surat perintah penangkapan Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu bersama Menteri Pertahanan, Yoav Gallant.
Dalam dokumen ICC yang diumumkan pada Jumat 23 Agustus 2024, Jaksa Karim Khan mengatakan, penerbitan surat penangkapan tidak bisa ditunda lagi.
"Setiap penundaan yang tidak dapat dibenarkan dalam proses ini merugikan hak-hak para korban," katanya dilansor Wafa, Sabtu 24 Agustus 2024.
Dia menekankan bahwa ICC memiliki yurisdiksi atas warga Israel yang melakukan kejahatan dan kekejaman di Wilayah Palestina dan meminta para hakim untuk menolak gugatan hukum yang diajukan sejumlah negara dan pihak lainnya.
Baca Juga
- Biden Dukung Israel Respon Serangan Iran, Tapi Jangan ke Situs Nuklir!
- Amerika Serikat dan Israel Bertemu Bahas Situasi Timur Tengah
"Sudah menjadi hukum bahwa Pengadilan memiliki yurisdiksi dalam situasi ini," tulis dokumen tersebut.
Dokumen itu menolak argumen hukum yang didasarkan pada ketentuan Perjanjian Oslo dan pernyataan Israel bahwa mereka sedang melakukan penyelidikan sendiri terhadap dugaan kejahatan perang.
Israel terus melakukan genosida di Jalur Gaza yang dilanda perang, dengan mengabaikan semua putusan Mahkamah Internasional (ICJ) yang dalam keputusannya bersifat mengikat secara hukum memerintahkan Israel untuk menghentikan serangan militer mereka di Rafah, yang melanggar kewajibannya berdasarkan Konvensi Genosida.
Israel menggempur Gaza sejak 7 Oktober tahun lalu yang mengakibatkan sedikitnya 40.265 warga Palestina tewas dan lebih dari 93.144 lainnya terluka.
Sedikitnya 10.000 orang juga tidak diketahui keberadaannya. Mereka diduga tewas tertimbun reruntuhan di seluruh Jalur Gaza.
Baca Juga
- Paus Fransiskus Serukan Gencatan Senjata dan Pembebasan Sandera di Gaza
- Mesir Dukung Seruan Macron untuk Penangguhan Pasokan Senjata ke Israel
Organisasi internasional dan Palestina mengatakan mayoritas korban adalah kaum perempuan dan anak-anak.
Agresi Israel juga memaksa hampir dua juta orang dari seluruh Jalur Gaza untuk mengungsi, dengan sebagian besar dari mereka dipaksa pergi Kota Rafah selatan yang padat penduduk dan berada di dekat perbatasan dengan Mesir.
Dikatakan bahwa pemindahan paksa tersebut telah menjadi eksodus massal terbesar Palestina sejak peristiwa Nakba 1948. (Wafa)
Dapatkan berita terkini langsung di ponselmu. Ikuti saluran FIN.CO.ID di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029Vajztq