Oleh: Sigit Nugroho, Redaktur fin.co.id
PIDATO Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada penyampaian Keterangan Pemerintah mengenai RAPBN 2025 merupakan gambaran komprehensif tentang arah kebijakan ekonomi dan fiskal Indonesia.
Menyusuri paparan tersebut, ada benang merah yang jelas: Indonesia berada pada titik krusial antara stabilitas dan keberlanjutan. Namun, dibalik optimisme yang dipaparkan, ada sejumlah tantangan yang memerlukan perhatian mendalam dan tindakan konkret.
Selama satu dekade terakhir, Indonesia memang menunjukkan ketahanan luar biasa menghadapi berbagai krisis. Dari pandemi global hingga gejolak geopolitik, pertumbuhan ekonomi nasional konsisten di atas rata-rata global, sementara indikator kesejahteraan seperti penurunan kemiskinan dan pengangguran juga terlihat menggembirakan. Namun, di balik angka-angka yang mengesankan ini, tantangan besar menunggu di depan mata.
RAPBN 2025 dirancang dengan penuh pertimbangan untuk menjawab tantangan transisi dari middle-income trap. Penekanan pada pertumbuhan ekonomi, stabilitas makroekonomi, dan inklusivitas adalah langkah yang patut diapresiasi. Namun, ada beberapa area yang memerlukan sorotan lebih tajam.
Pertama, meski pertumbuhan ekonomi diproyeksikan stabil pada angka 5,2 persen, ketergantungan pada permintaan domestik dan pengendalian inflasi menunjukkan bahwa kondisi global yang stagnan akan mempengaruhi kemampuan Indonesia untuk berinovasi dan berkompetisi di pasar internasional.
Baca Juga
Strategi pemerintah untuk memperkuat sektor ekspor dan produk bernilai tambah tinggi perlu didorong lebih agresif agar tidak hanya bergantung pada pasar domestik yang rentan terhadap fluktuasi.
Kedua, alokasi anggaran yang besar untuk sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur adalah langkah positif. Namun, efektivitas belanja ini harus benar-benar terukur. Upaya pemerintah untuk memperbaiki infrastruktur pendidikan dan kesehatan serta meningkatkan gizi masyarakat adalah hal yang mendesak, namun hal tersebut harus disertai dengan pengawasan dan akuntabilitas yang ketat agar anggaran tidak hanya menjadi angka di atas kertas.
Ketiga, RAPBN 2025 mengusung reformasi perpajakan dan peningkatan PNBP sebagai bagian dari strategi pembiayaan. Di sini, masalah utamanya adalah apakah reformasi ini akan cukup mendalam untuk menciptakan sistem perpajakan yang adil dan efisien. Optimalisasi pajak dan PNBP harus diimbangi dengan transparansi dan akuntabilitas agar tidak menjadi sarang korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Keempat, strategi pembangunan jangka panjang yang berfokus pada transformasi ekonomi hijau dan inklusif sangat penting. Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada implementasi di lapangan. Penguatan sektor pertanian, UMKM, dan perumahan murah perlu diatur dengan kebijakan yang adaptif terhadap perubahan ekonomi global dan lokal.
Kita tidak boleh lengah meski prediksi ekonomi menunjukkan angka-angka yang positif. Memasuki RAPBN 2025, pemerintah dan DPR harus berkomitmen untuk menyusun kebijakan yang bukan hanya ambisius dalam angkanya, tetapi juga realistis dalam penerapannya. Transisi menuju keberlanjutan harus dimulai dari langkah-langkah konkret yang dapat diukur hasilnya, dan harus didukung oleh semua pihak.
Ketika kita melangkah menuju tahun 2025, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa setiap rupiah dalam anggaran membawa dampak nyata bagi kesejahteraan rakyat. Keberhasilan dalam hal ini akan ditentukan bukan hanya oleh angka-angka di laporan, tetapi oleh perubahan yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Saatnya untuk memadukan stabilitas dengan keberlanjutan, bukan hanya dalam perencanaan, tetapi juga dalam aksi nyata. (*)