News

Bolehkah Plt Bupati Mimika Mutasi Pejabat Pemda Jelang Pilkada?

fin.co.id - 02/07/2024, 09:25 WIB

Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Mimika, Johannes Rettob (Wikipedia)

fin.co.id - Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Mimika, Johannes Rettob, baru-baru ini telah melakukan mutasi pejabat di lingkup Pemerintah Kabupaten Mimika.

Menurut kabar yang beredar, kebijakan mutasi tersebut diduga tanpa disertai adanya Surat Keputusan Bupati, maupun izin dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Padahal sebelumnya, saat Eltinus Omaleng menjabat Bupati Mimika definitif sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian, ia mengangkat beberapa pejabat pada September 2023 dengan Surat Keputusan (SK) resmi, bahkan berdasarkan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Dugaan pelanggaran administrasi tersebut pun telah dikonfirmasikan kepada Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Aang Witarsah Rofik.

Baca Juga

Saat ditemui awak media di kantornya pada Senin, 1 Juli 2024 siang, Aang mengatakan berdasarkan data persuratan, tidak ada permohonan pergantian pejabat dan persetujuan dari Direktorat Otonomi Daerah Papua.

“Berdasarkan informasi dari Pejabat Kepala BKD Kabupaten Mimika, tidak ada pergantian pejabat,” ucap Aang.

Sebagai informasi, berdasarkan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kepala daerah atau pejabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada), bisa dikenai sanksi pidana.

“Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah),” demikian bunyi pasal 190 Undang Undang Pilkada.

Larangan mutasi ini berlaku 6 (enam) bulan, terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI.

Baca Juga

Pasal 71 ayat (2) Undang Undang Pilkada juga mengatur, bahwa kepala daerah dapat mengganti pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri.

Sementara itu, di Pasal 162 ayat (3) ditegaskan, bahwa kepala daerah yang ingin melakukan mutasi atau penggantian pejabat dalam kurun waktu tersebut harus memperoleh persetujuan tertulis dari menteri.

Dalam hal ini, menteri yang dimaksud adalah Menteri Dalam Negeri, sebagaimana termaktub dalam Pasal 9 ayat e Permendagri No.74 tahun 2016.

"Pelaksana Tugas Gubernur, Pelaksana Tugas Bupati, dan Pelaksana Tugas Walikota mempunyai tugas dan wewenang: melakukan pengisian dan penggantian pejabat berdasarkan Perda Perangkat Daerah setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri," bunyi Permendagri tersebut.

Selain itu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI juga sudah menegaskan, kepala daerah dilarang mengganti pejabat menjelang Pilkada 2024, terhitung sejak 22 Maret 2024 lalu.

“Dalam rangka pencegahan pelanggaran dan sengketa proses serta memastikan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024 yang demokratis dan berintegritas, demi menjamin konsistensi kepastian hukum, serta proses penyelenggaraan pemilihan yang efektif dan efisien,” demikian keterangan tertulis Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, pada Minggu 7 April 2024 lalu.

Sigit Nugroho
Penulis
-->