Ferdinand: Oposisi Jangan Kencang-Kencang Teriak Utang, Pertamina Gak Kuat Investasi Sendirian

fin.co.id - 23/12/2021, 16:38 WIB

Ferdinand: Oposisi Jangan Kencang-Kencang Teriak Utang, Pertamina Gak Kuat Investasi Sendirian

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

 

 

JAKARTA - Pasca hengkangnya beberapa perusahaan energi asing dari proyek-proyek minyak dan gas (migas) di Indonesia, tak bisa dipungkiri lagi bahwa PT Pertamina (Persero) menjadi satu-satunya BUMN migas di Indonesia, mau tidak mau harus bekerja keras untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi lapangan migas tanpa bantuan modal dari pihak lain.

Di sisi lain, kemampuan Pertamina dan keuangan negara sangat terbatas dan diyakini tidak akan mampu untuk membiayai investasi di proyek migas dalam negeri. Dalam hal ini, Pertamina sebagai perusahaan energi nasional, tentu membutuhkan modal yang tidak sedikit. Opsi utang menjadi satu-satunya cara yang bisa ditempuh, karena Pertamina tidak bisa mengandalkan APBN untuk mengatasi permodalan tersebut.

"Kita berharap dan menaruh beban ini semua di beban Pertamina. Jadi jangan teriak-teriak hutang lah. Memang kita harus melakukan ini (Berhutang), kalau tidak berhutang tidak akan jalan. Kita APBN tidak akan mampu menutupinya. Keuntungan Pertamina pun tidak akan mampu menutupi operasional di sektor ini, karena biayanya sangat besar," demikian disampaikan Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia (EWI), Ferdinand Hutahaean, saat dihubungi Fin.co.id pada Kamis (23/12/2021).

Ferdinand meminta kepada para pengamat, ekonom maupun oposisi pemerintah agar tidak terlalu kencang dalam mengkritisi utang Pertamina, karena memang sejatinya hal itu adalah sebuah keniscayaan yang sulit dihindari.

Di sisi lain, upaya yang dilakukan Pertamina merupakan sebuah jalan untuk menuju pengelolaan energi yang mandiri. Sebagaimana diketahui, Pertamina memang harus tetap menjalankan pengelolaan terhadap proyek-proyek migas di Indonesia, meskipun ditinggal pergi oleh mitra bisnisnya.

"Maka satu-satunya jalan adalah pembiayaan melalui utang. Jadi nanti kalau Pertamina atau pemerintah melakukan utang-utang, saya berharap oposisi ataupun ekonom-ekonom tidak usah teriak-teriak kencang lah soal utang. Ini adalah dilema untuk kita semua, tetapi ini adalah harta karun yang harus kita ambil dan butuh biaya besar dan harus kita tanggung sendiri. Karena investor-investor global sudah hengkang dari sini dan mereka punya kecenderungan untuk masuk ke sektor EBT (Energi Baru Terbarukan) yang sekarang menjadi trend global," pungkas Ferdinand.

Sebagai informasi saja, investasi sektor minyak dan gas bumi (migas) hingga kuartal III 2021 tercatat baru mencapai USD 9,07 miliar atau 53,95 persen dari target sebesar USD 16,81 miliar untuk tahun ini.

Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dwi Anggoro Ismukurnianto mengungkapkan, realisasi investasi migas sejauh ini ditopang dari hulu sebesar USD 7,65 miliar dan hilir sebesar USD 1,42 miliar.

Dwi menjelaskan, realisasi investasi yang masih minim ini dipengaruhi adanya keterlambatan di sektor hilir untuk proyek-proyek migas yang tengah berjalan. Secara khusus, keterlambatan pencatatan realisasi investasi terjadi untuk proyek Refinery Development Master Plant (RDMP) dan Grass Root Refinery (GRR) milik PT Pertamina.

"Hilirnya mengalami keterlambatan memang ada beberapa sebab, pertama adalah untuk RDMP Balikpapan misalnya belum terealisasi penyertaan modal dan menunggu hasil audit," jelas Dwi beberapa waktu lalu. (git/fin)

Admin
Penulis