JAKARTA - Jaksa Agung ST Burhanuddin mewacanakan hukuman mati terhadap koruptor. Wacana ini dinilai belum efektif memberikan efek jera kepada para koruptor.
Apalagi wacana penerapan hukuman mati diduga mengalihkan isu identitas akademik ganda.
Pengamat Kejaksaan Fajar Trio mengaku aetuju dengan ide tersebut. Namun harus diimbangi dengan kualitas dan profesionalitas serta integritas penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan.
"Jika kondisi penegakan hukum masih banyak transaksional, ya gak adil rasanya ada hukuman mati. Cina saja yang sudah menerapkan hukuman mati, koruptornya masih banyak berkeliaran. Artinya peghukuman mati untuk koruptor belum efektif," kata Fajar dalam keterangannya, Sabtu (30/10).
Ia pun menantang Jaksa Agung ST Burhanuddin, untuk mencoba menghukum mati anak buahnya yang terlibat kasus korupsi.
Semisal Pinangki, yang jelas-jelas merusak marwah kejaksaan. Atau para penyidik ternyata setelah dilakukan eksaminasi terbukti melakukan kesalahan atau penyalahgunaan kewenangan, harus diseret ke meja hijau.
"Berani gak dia? Bahkan jika dugaan informasi palsu soal ijazah dan identitas ganda yang ramai diperbincangkan publik itu benar, Jaksa Agung dihukum mati gitu, berani gak? Karena jika dugaan atas informasi identitas dan ijazah ganda terbukti benar, maka ST. Burhanudin sudah menciderai kepercayaan Presiden, rakyat dan penegakan hukum di Indonesia," tuturnya.
Sementara itu, Pengamat politik yang juga mantan politisi Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean berharap Jaksa Agung terbuka soal isu dugaan identitas ganda tersebut.
"Ini kan memang isu yang sudah muncul beberapa lama ya, saya pun sudah mendengarnya beberapa kali dan banyak juga yang bertanya-tanya ke saya terkait ini (identitas ganda). Bahkan gelar-gelar akademik yang beliau peroleh saat ini menjadi pertanyaan," kata Ferdinand.
Atas kondisi tersebut, ia pun menyarankan agar Jaksa Agung menjelaskan secara terbuka kepada publik terkait dugaan identitas ganda hingga latar belakang akademiknya. Pasalnya, jika dugaan itu terbukti benar, maka ST Burhanuddin sudah tidak jujur kepada Presiden bahkan rakyat Indonesia.
"Ya tentu kalau apa yang menjadi isu selama ini terbukti, saya pikir saudara Burhanudin sebagai Jaksa Agung yang harus dengan legowo mengundurkan diri atau diganti oleh Presiden itu mutlak. Karena sudah ada ketidakjujuran di sana, ya kan. Kalau sudah tidak ada kejujuran memang harusnya beliau diganti, harus mengundurkan diri," ujarnya.
Selain itu, ia mendesak masyarakat yang memiliki data akurat terkait hal tersebut untuk segera melaporkan Jaksa Agung ke pihak Polri. Karena untuk melakukan penyelidikan, polisi harus memiliki dasar hukum yang jelas juga.
"Misalnya ada laporan kepada polisi bahwa telah terjadi pemalsuan identitas, pemalsuan data, pemalsuan gelar-gelar dan lain sebagainya," kata Ferdinand.
"Jangan sampai presiden kita mengangkat seorang Jaksa Agung yang patut diduga identitas-identitasnya dan gelar-gelar akademik palsu. Ya mungkin belum saatnya dibilang palsu, namun bisa dikatakan ada kesalahan-kesalahan lah kira-kira seperti itu," tutupnya.
Sementara, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak belum memberikan tanggapan terkait hal ini hingga berita ini diturunkan setelah dikonfirmasi melalui pesan singkat Whatsapp (WA), Sabu (30/10).