Kebijakan Kontroversial Tes PCR, Akal Bulus Kaum Pemodal Manfaatkan Petinggi Pemerintahan

fin.co.id - 28/10/2021, 11:27 WIB

Kebijakan Kontroversial Tes PCR, Akal Bulus Kaum Pemodal Manfaatkan Petinggi Pemerintahan

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

 

JAKARTA - Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori Yusuf mengendus adanya indikasi persaingan bisnis dibalik kebijakan syarat wajib tes PCR bagi pelaku perjalanan.

Musababnya, penyedia layanan tes PCR menjamur di sejumlah tempat dengan menawarkan harga berlapis tergantung pada kecepatan hasil tes.

Mereka, lanjutnya, bahkan secara nyata melanggar HET yang telah ditetapkan Kementerian Kesehatan sebelumnya, yakni Rp495 ribu (Pulau Jawa dan Bali) dan Rp525 ribu (luar Pulau Jawa dan Bali) dengan dalih PCR Ekspres.

Harga yang ditawarkan mulai dari Rp650 ribu, Rp750 ribu, Rp900 ribu, hingga Rp 1,5 juta.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat, perputaran uang dari bisnis tes PCR sejak Oktober 2020 sampai Agustus 2021 diperkirakan mencapai Rp23,2 triliun. Dari nilai tersebut, ICW menyebut pengusaha layanan tes PCR bisa meraih untung hingga Rp10,46 triliun.

Penghitungan ICW ini didasarkan pada dimulainya pemberlakuan tarif tes PCR tertinggi sebesar Rp900 ribu pada Oktober 2020 sampai diberlakukannya tarif baru Rp495-525 ribu pada Agustus 2021.

Sementara di sisi lain, pemerintah sejak bulan Maret 2020 juga telah memberikan insentif fiskal untuk importasi jenis barang berupa alat kesehatan untuk penanganan pandemi.

Adapun jenis barang yang terkait dengan mekanisme tes PCR yang memperoleh insentif kepabeanan di antaranya PCR Test Reagent, Swab, Virus Transfer Media, dan In Vitro Diagnostic Equipment.

Untuk PCR test reagent sendiri, total fasilitas pembebasan bea masuk (BM) dan pajak dalam rangka impor (PDRI) yang telah diberikan untuk periode 1 Januari hingga 14 Agustus 2021 sebesar Rp366,76 miliar.

Yaitu terdiri atas fasilitas fiskal berupa pembebasan BM sebesar Rp107 miliar, PPN tidak dipungut sebesar Rp193 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan dari pungutan sebesar Rp66 miliar.

Sedangkan, realisasi pemberian fasilitas periode tahun 2021 sampai dengan Juli, total nilai insentif fiskal yang telah diberikan sebesar Rp799 miliar dari nilai impor barang sebesar Rp4 triliun.

“Bisnis tes PCR ini terbukti sangat menggiurkan. Pasarnya selalu ada selama pandemi dan pengadaan impor barangnya didukung oleh insentif pemerintah. Data menunjukan, kelompok korporasi non-pemerintah memegang 77,16 persen aktivitas importasi alat kesehatan untuk penanganan pandemi di Tanah Air. Sedangkan, pemerintah hanya memegang 16,67 persen dari keseluruhan aktivitas impor alat kesehatan untuk penanganan Covid-19,” paparnya, Kamis (28/10).

Dengan demikian, demikian Bukhori melanjutkan, patut diduga kebijakan tes PCR ini merupakan akal bulus kaum pemodal yang memanfaatkan relasi kuasanya dengan petinggi di pemerintahan untuk menjadikan rakyat sebagai sapi perah mereka.

Politisi PKS ini mendesak pemerintah segera membatalkan rencana tes PCR sebagai syarat wajib menggunakan semua moda transportasi maupun syarat wajib bagi moda transportasi pesawat sebagaimana yang sudah diberlakukan saat ini.

Admin
Penulis