Jadi "Biang Kerok" Kelangkaan Solar Subsidi, Peraturan Kuota SPBU Harus Dicabut!

fin.co.id - 24/10/2021, 08:16 WIB

Jadi

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

 

JAKARTA - Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) didesak segera mencabut aturan mengenai kuota penyaluran BBM bersubsidi yang ditentukan di tiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Aturan tersebut dinilai menjadi biang kerok kekosongan solar subsidi di sejumlah wilayah.

"Dengan pemberian relaksasi oleh BPH (Migas), ini bisa dimaknai bahwa secara tak langsung BPHmengakui ada kesalahan dalam membuat kebijakan, keputusan tentang penetapan kuota solar subsidi berdasarkan lembaga penyalur," ujar Direktur Pusat Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria kepada awak media, dikutip Minggu (24/10/2021).

"Jika tidak ada kelemahan atau kesalahan, kenapa harus dikeluarkan relaksasi. Relaksasi bisa dipahami publik sebagai keputusan 'melonggarkan' penentuan kuota solar subsidi dari per lembaga penyalur menjadi per wilayah (Kabupaten/Kota)," sambungnya lagi.

Menurut Sofyano, kuota yang mengacu pada lembaga penyalur sudah terbukti menimbulkan masalah pada kecepatan penanganan jika terjadi kekosongan pasokan solar di SPBU.

"Artinya BPH harusnya mencabut peraturan atau keputusan terkait penentuan kuota solar PSO (Public Service Obligation) perlembaga penyalur, bukan cuma hanya membuat keputusan Relaksasi saja," tegasnya.

Adapun kebijakan relaksasi yang dilakukan BPH Migas saat ini berlaku pada kuota yang sudah ditetapkan saja, bukan relaksasi untuk menambah kuota subsidi nasional

"Kalau dengan relaksasinya BPH Migas bisa selesaikan masalah kelangkaan solar di SPBU, lah kenapa tidak dicabut saja peraturannya bukan cuma di koreksi dengan relaksasi saja," tuturnya.

Lebih lanjut Sofyano mengungkapkan, kekosongan solar subsidi umumnya terjadi pada SPBU tertentu di beberapa titik pada wilayah Kabupaten/Kota tertentu, bukan terjadi di seluruh SPBU di semua Kota.

SPBU yang ada di jalan tertentu yang mudah di akses bus dan atau truk berbahan bakar solar, dipastikan akan kehabisan BBM tersebut.

"Akibat adanya peraturan yang membatasi kuota solar subsidi pada setiap SPBU, maka ketika pada SPBU terjadi kekosongan solar, pihak Patra Niaga tentu saja tidak bisa serta merta lakukan penambahan pasokan dan inilah penyebab kegaduhan kelangkaan solar di masyarakat," ungkapnya.

Maka itu, ia mengajak masyarakat untuk memahami bahwa ketika terjadi kelangkaan solar di SPBU, ini bukan karena berkurang atau tidak ada nya stock BBM solar patra niaga, namun ada faktor lain yang diluar kewenangan Patra Niaga.

Sebelumnya, Kepala BPH Migas, Erika Retnowati menegaskan bahwa pemerintah menjamin ketersediaan BBM hingga ke SPBU di masyarakat.

Sesuai UU No. 22 tahun 2001 tentang Migas, BPH Migas mempunyai tugas utuk melakukan pengaturan dan pengawasan agar ketersediaan BBM yang ditetapkan oleh Pemerintah dapat terjamin di seluruh wilayah NKRI.

Dalam pengaturan ketersediaan dan distribusi BBM, BPH Migas menetapkan kuota Jenis BBM Tertentu (JBT) yaitu solar subsidi dan minyak tanah, dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) yaitu premium untuk setiap kabupaten/kota agar BBM subsidi tepat sasaran dan tepat volume kepada masyarakat yang berhak menerima. (git/fin)

Admin
Penulis