JAKARTA - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) mempertahankan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI 7 DRRR ) di level 3,50 persen. Selain itu bank sentral juga mempertahankan suku bunga deposit facility di level 2,75 persen dan suku bunga lending facility sebesar 4,25 persen.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengatakan keputusan mempertahankan suku bunga ini sejalan dengan perlunya menjaga stabilitas nilai tukar dan sistem keuangan di tengah estimasi inflasi yang diperkirakan tetap rendah. Selain itu kebijakan ini juga sebagai upaya untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Dengan melihat dan mempertimbangkan serta mencermati berbagai hal, rapat dewan gubernur Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2021, memutuskan untuk mempertahankan BI 7 day reverse repo rate di level 3,50 persen," kata Perry dalam konferensi pers virtual, Selasa (19/10/2021).
BACA JUGA: Waspada Penipuan Berkedok Rekrutmen Yang Mengatasnamakan Jasa Marga
Perry mengatakan, BI akan terus mengoptimalkan seluruh bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan kestabilan sistem keuangan nasional. Keputusan ini juga ditetapkan demi mendukung upaya perbaikan ekonomi lebih lanjut melalui berbagai langkah .
"Keputusan ini sejalan dengan perlunya upaya menjaga stabilitas nilai tukar di tengah perkiraan inflasi yang rendah dan upaya mendukung pertumbuhan ekonomi," pungkas dia.
Sebelumnya, Ekonom LPEM FEB Universitas Indonesia (UI) Teuku Riefky, dalam keterangannya di Jakarta, Senin (18/10/2021) menyarankan agar BI tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 3,5 persen.
BACA JUGA: Gubernur Bank Indonesia Rupiah Masih Berpeluang Kuat lagi
"Upaya tersebut untuk menjaga stabilitas rupiah dan mendukung pemulihan ekonomi nasional," kata Riefky.
Menurutnya, laju inflasi tahunan September 2021 tercatat sebesar 1,6 persen jika dibandingkan dengan September 2020 (year on year/yoy), relatif tidak berubah dari sebelumnya sebesar 1,59 persen (yoy) pada bulan Agustus 2021 dan masih di bawah kisaran target BI.
Di sisi lain, masih ada beberapa risiko untuk sisa tahun 2021 yang dapat memberikan tekanan dan menimbulkan ketidakpastian pada stabilitas ekonomi, seperti normalisasi moneter bank sentral AS yang lebih cepat, kelangkaan kontainer dan hambatan pengiriman barang di China yang meningkatkan biaya pengiriman dan logistik sehingga mengganggu rantai pasok global, serta krisis energi global akibat pemulihan yang lambat dari sisi suplai. (git/fin)