JAKARTA - Pemerintah sejak 1 Januari 2020 lalu resmi melarang ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah (raw material). Hal ini mengakibatkan Indonesia digugat oleh Uni Eropa (EU) melalui World Trade Organization (WTO). Ada sejumlah pihak yang kasak kusuk menginginkan agar aturan ini diubah. Sehingga Indonesia bisa mengekspor biji nikel lagi.
"Kebijakan ini telah diperkuat melalui Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Bahwa tidak boleh menjual barang mentah lagi," ujar Dirjen Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ridwan Djamaluddin dalam diskusi virtual di Jakarta, Rabu (13/10).
Menurutnya, kebiasaan lama Indonesia mengekspor biji nikel memang sulit ditinggalkan. Sebab, cara ini dianggap paling cepat memperoleh keuntungan.
Ada sejumlah pihak nekat memotong beberapa jalur regulasi. Tujuanya agar tetap bisa mengekspor biji nikel. Pihak-pihak tersebyt juga berupaya melobi agar regulasi tersebut dapat diubah alias dikembalikan seperti semula.
"Sudah jelas Pemerintah Indonesia melarang ekspor biji nikel. Namun, masih ada juga sejumlah pihak yang ke sana kemarin berusaha untuk mengubah regulasi," tuturnya.
Namun, lanjutnya, sikap pemerintah tegas. Yakni tetap melarang ekspor biji nikel. Indonesia menginginkan adanya nilai tambah dari nikel yang diproduksi di dalam negeri.
"Karena itu, harmonisasi regulasi antar lembaga pemerintah jangan bolong-bolong. Jangan sampai Kementerian kami melarang, Kementerian lain mendorong," tukasnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menegaskan Indonesia tidak akan mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah (raw material). Jokowi mengatakan meski Uni Eropa (EU) menggugat melalui World Trade Organization (WTO), Indonesia tidak gentar.
Keputusan pemerintah menyetop ekspor nikel tak lepas dari upaya mendorong hilirisasi di dalam negeri. Jokowi ingin nikel dalam negeri dapat dioptimalisasi menjadi produk bernilai tambah. (rh/fin)