JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama dengan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly sepakat untuk mencabut revisi UU Pemilu dari Prolegnas Prioritas 2021 pada Maret 2021 lalu.
/p>
Dengan adanya pencabutan itu, maka tidak ada Pilkada 2022 dan 2023. Pilkada dilakukan serentak pada tahun 2024. Hal ini sesuai dengan UU 10 Tahun 2016.
/p>
Sementara akan ada ratusan kepala daerah (Gubernur, Bupati, Walikota) yang akan habis masa baktinya tahun 2022 dan 2023.
/p>
Sejumlah daerah itu akan diganti oleh pelaksana tugas (Plt) yang ditunjuk oleh pemerintah dengan masa bakti hingga 2024. Sementara Plt tidak bisa memutuskan hal-hal yang bersifat strategis.
/p>
Rektor Universitas Ibnu Chaldun, Musni Umar mengatakan, hal ini akan meruntuhkan demokrasi. Sebab Plt itu bukan mandat dari rakyat.
/p>
"Akan meruntuhkan demokrasi. Mereka yang tidak dipilih dalam Pilkada ditunjuk untuk memimpin daerah tanpa mendapat mandat dari rakyat melalui Pilkada," jelas Musni Umar, Rabu (22/9/2021).
/p>
Musni Umar mengatakan, penujukan Plt itu akan menguntungkan pemerintah. Sebab, pemerintah akan menunjukan kader-kader Partai pendukungnya untuk menjadi Plt.
/p>
"Akan sangat menguntungkan partai politik penguasa jika tidak ada Pilkada 2022, 2023 karena kader-kader mereka akan diangkat menjadi Plt Kepala Daerah di 100 daerah pemilihan lebih tanpa mengikuti Pilkada" ujarnya.
/p>
"Akan sangat menguntungkan penguasa dalam memenangkan kontestasi pemilu 2024 karena bisa mengangkat Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai PLT tanpa melalui Pilkada" sambungnya.
/p>
Selanjutnya dia mengatakan, rakyat sebagai pemilik kedaulatan tidak bisa berdaulat pada hal sejatinya dalam demokrasi, rakyat sebagai pemilik kedaulatan memilih kepala daerah untuk memimpin mereka di daerahnya.
/p>
"Bukan ditunjuk oleh Presiden atau Menteri Dalam Negeri RI," pungkasnya. (dal/fin).
/p>