News . 05/09/2021, 15:43 WIB
/p>
JAKARTA - Rencana MPR RI melakukan Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 tidak bisa diputuskan terburu-buru. Perubahan butuh kehati-hatian, kecermatan dan pembahasan yang cukup mendalam. Sebab, akan berimplikasi pada konstruksi hukum tata negara secara keseluruhan.
/p>
Diskursus amandemen UUD 1945 oleh MPR RI yang menambah satu ayat pada pasal 3 yang memberi kewenangan kepada MPR untuk mengubah dan menetapkan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
/p>
"Kemudian menambahkan ayat pada ketentuan pasal 23 yang mengatur kewenangan DPR untuk menolak RUU APBN yang diajukan oleh presiden apabila tidak sesuai dengan PPHN. Ini, menjadi sesuatu yang harus disikapi dan dibahas," ujar pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid, Minggu (5/9).
/p>
Secara konstitusional maupun teoritik, amandemen merupakan sebuah keniscayaan untuk mengakomodir tuntutan dan kebutuhan serta dinamika hukum masyarakat.
/p>
"Karena itu, Amandemen UUD 1945 harus dilakukan dengan cermat dan hati-hati. Setidaknya wajib menggunakan parameter untuk mengukur tingkat urgensinya," imbuhnya.
/p>
Menurutnya, MPR perlu merujuk pada kesepakatan dasar yang disusun oleh panitia ad hoc I saat proses pembahasan perubahan UUD 1945 ketika amendemen pertama hingga keempat tahun 1999-2002.
/p>
Isi dari kesepakatan dasar yang disepakati tersebut adalah tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, mempertegas sistem pemerintahan presidensial, penjelasan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal batang tubuh. "Terakhir melakukan perubahan dengan cara adendum," tutupnya. (rh/fin)
/p>PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com