Pemerintah Jangan Gegabah Hapus Premium

fin.co.id - 27/08/2021, 17:15 WIB

Pemerintah Jangan Gegabah Hapus Premium

JAKARTA - Jumlah dispenser BBM premium di sejumlah SPBU Pertamina saat ini telah menurun. Sebagai gantinya Pertamina memperbanyak dispenser untuk pengisian BBM jenis Pertalite maupun Pertamax cs. Benarkah hal itu dilakukan karena BBM jenis premium akan segera dihapus dari pasaran?

/p>

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu telah membantah bahwa BBM Premium akan dihapus. Namun demikian ia tak menampik bahwa penjualan BBM premium di outlet-outlet atau SPBU Pertamina sudah mulai dikurangi secara perlahan.

/p>

"Terkait dengan roadmap BBM saat ini sesuai dengan program Langit Biru Pertamina, outlet penjualan premium mulai dikurangi pelan-pelan terutama kemarin pada saat pandemi di mana harga crude (minyak mentah) jatuh. Nah (premium) ini memang bisa dilakukan substitusi dengan pertalite," ujar Arifin menjawab pertanyaan Anggota Komisi VII DPR.

/p>

Menurut Arifin, tujuan BBM premium dikurangi adalah untuk memperbaiki kualitas bahan bakar dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Ia juga menyebut Indonesia sekarang masih termasuk empat negara di dunia yang masih menggunakan premium. Indonesia bahkan kalah dengan Vietnam yang sudah menggunakan BBM berstandar EURO 4.

/p>

Menanggapi hal itu, Ekonom Konstitusi, Defiyan Cori meminta agar pemerintah tidak gegabah dalam menjalankan kebijakan tanpa kajian yang jelas dan komprehensif, serta melihat situasi dan kondisi saat ini.

/p>

"Pemerintah tidak boleh gegabah dan tanpa berpikir dampak jangka panjang dari kebijakan yang diambilnya atas stabilitas pengelolaan perekonomian nasional serta timbal baliknya (trade off)," ujar Defiyan, saat dihubungi FIN, Jumat (27/8).

/p>

Maka itu kata Defiyan, pernyataan anggota Komisi VII DPR yang menyatakan kekhawatirannya terhadap beban yang akan dihadapi oleh masyarakat di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) jika Premium dihapus, memang harus menjadi pertimbangan pemerintah.

/p>

Setidaknya ada 4 hal yang menjadi catatan Defiyan, pertama jumlah penduduk miskin Indonesia yang masih tinggi yaitu 10,14 persen dari populasi (Data BPS), kedua kebijakan skema alokasi subsidi dan insentif yang akan ditempuh seiring terjadinya peningkatan harga keekonomian minyak mentah dunia yang berfluktuasi diantara USD 60-75 per barrel.

/p>

Kemudian yang ketiga, konsistensi kebijakan pemerintah atas substitusi produk energi, khususnya BBM dan komitmen energi bersih lingkungan harus memperhatikan kajian mendalam manfaat dan dampaknya bagi masyarakat luas, terutama kelompok masyarakat miskin, terakhir yaitu perlunya pemangku kebijakan untuk tidak hanya berkomitmen atas perlunya kebijakan energi bersih lingkungan saja, tetapi juga memperhatikan skala ekonomis dan ketersediaan relatif cukup atas potensi lebih besar sumber energi alternatif lainnya di tanah air

/p>

"Oleh karena itu, kami meminta Presiden Joko Widodo memberikan perhatian serius atas kebijakan energi bersih lingkungan ini, terutama berhubungan dengan kapasitas ekonomi masyarakat Indonesia ditengah pandemi Covid-19, mobilitas masyarakat yang masih terhambat oleh kebijakan pengendalian dari pemerintah sendiri yang tidak sejalan dengan mendukung upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan konsistensi kebijakan, lebih khusus pada kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang harus dipenuhi," pungkas Defiyan. (git/fin)

/p>

Admin
Penulis