Dirjenpas Ungkap Alasan Napiter Ogah Kembali Setia Pada NKRI

fin.co.id - 23/08/2021, 19:50 WIB

Dirjenpas Ungkap Alasan Napiter Ogah Kembali Setia Pada NKRI

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Sebanyak 76 narapidana terorisme (napiter) telah mengucapkan ikrar setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sepanjang 2021. Jumlah tersebut telah melebihi target, namun tidak mudah untuk mengembalikan napiter kembali setia pada NKRI.

/p>

Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjenpas) Kemenkumham Irjen Pol Reynhard Silitonga mengatakan sejak Januari hingga 20 Agustus 2021, sudah 76 napiter yang berikrar setia pada NKRI. Jumlah ini melebihi target. Artinya hal ini menunjukan program pembinaan bisa dikatakan berhasil.

/p>

"Awal tahun ini hingga 20 Agustus 2021 sebanyak 76 orang menyatakan kesetiaan kepada NKRI," katanya saat kuliah umum "Menangkal Terorisme Global" yang digelar Program Studi Doktor Hukum Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia, Senin (23/8).

/p>

Dijelaskan jumlah napiter yang berikrar setia pada NKRI tahun ini melampaui target 50 orang per tahun. Meski demikian, masih banyak napiter yang belum terbina dan tidak mudah pula untuk melakukannya.

/p>

"Saat ini total ada 454 napiter di seluruh Indonesia hingga 20 Agustus 2021. Sebanyak 12 orang di antaranya adalah perempuan," ungkap mantan Wadir Reskrimsus Polda Metro Jaya ini.

/p>

Bahkan dari 12 napiter perempuan, ada satu yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Pondok Bambu enggan berkomunikasi. Ini menunjukkan aspek pembinaan dan deradikalisasi napiter untuk kembali ke NKRI bukan pekerjaan mudah.

/p>

"Tidak mudah angka tadi 76, penuh perjuangan untuk membuat napiter kembali ke NKRI," ujarnya.

/p>

Dijelaskannya, Ditjen Pemasyarakatan selalu bekerja sama dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam pembinaan hingga deradikalisasi para napiter.

/p>

Dikatakannya, tantangan dalam pembinaan, antara lain sebagian napiter tak mau berubah dan merasa nyaman dengan kehidupan sebelumnya dan memegang kuat ideologinya. Ada pula napiter yang takut ancaman kelompok atau jaringannya karena akan membahayakan keselamatan diri dan keluarganya.

/p>

Tantangan lain, adalah kekhawatiran akan ketidakmampuan secara finansial setelah bebas dan mungkin terpengaruh kembali untuk bergabung dengan jaringannya.

/p>

"Tantangan terakhir adalah kurangnya partisipasi masyarakat dalam mendukung reintegrasi sosial napiter," ujarnya.(gw/fin)

/p>

Admin
Penulis