UU BUMN dan Kebijakan Holding Cacat Secara Epistemologis, Benarkah?

fin.co.id - 06/08/2021, 18:46 WIB

UU BUMN dan Kebijakan Holding Cacat Secara Epistemologis, Benarkah?

JAKARTA - Dibawah komando Kementerian BUMN, saat ini sedang dilakukan konsolidasi dan pembenahan, salah satunya melalui pembentukan berbagai model holding, dari  119 BUMN yang ada. 

/p>

Pakar Koperasi, Suroto, mengatakan Pembenahan tersebut penting, namun pelanggaran terhadap hal-hal yang menjadi prinsip dari Konstitusi tidak boleh dilakukan.

/p>

"Kinerja BUMN kita selama ini memang banyak yang tidak lagi efisien dan bahkan hanya jadi beban bagi negara dari tahun ke tahun. Perlu dilakukan pembenahan dan jikalau perlu di likuidiasi, daripada justru jadi beban fiskal setiap tahunnya," ujar Suroto yang juga Koordinator Uji Materi UU BUMN, kepada awak media, Jumat (6/8).  

/p>

Menurut Suroto, dari beberapa praktek bisnis BUMN dan termasuk motif kebijakan pembentukan holding, ternyata banyak yang sebetulnya telah melanggar UU dan bahkan Konstitusi.

/p>

Dalam soal pelanggaran UU misalnya, kata Suroto, BUMN itu harusnya mengedepankan visi subsidiaritas terhadap masyarakat. Menurutnya, Pasal 2 ayat 1 d yang jelas jelas menyatakan usaha bisnis BUMN itu dilaksanakan sebelum dapat dikembangkan oleh koperasi atau swasta dilanggar secara terang terangan.

/p>

"Sebut saja misalnya dengan dibentuknya Holding Ultra Mikro dengan dukungan PP 93 tahun 2021, maka tindakan pemerintah sebetulnya telah terang terangan sengaja membunuh koperasi," tegasnya.

/p>

Persoalan lainya, kata dia, adalah adanya pergeseran penting dari misi BUMN dalam memberikan pelayanan publik. BUMN, kata dia,  dengan adanya UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN telah merombak misi besar BUMN dan masyarakat justru jadi korban komodifikasi dan komersialisasi layanan publik.

/p>

"Sebut saja misalnya secara motif dan tujuannya saja UU BUMN ini sudah menyalahi konstitusi karena berulang kali menyebutkan mengenai tujuan dari BUMN untuk mengejar keuntungan, misalnya pada Pasal 1 Ayat (2), Pasal 2 poin b, Pasal 4, dan Pasal 12. Masyarakat dan negara tak hanya telah alami kerugian,  tapi juga potensi kerugian konstitusional lebih besar di masa datang," tuturnya. 

/p>

Parahnya lagi, kata dia, UU BUMN ternyata diperlakukan secara diskriminatif terhadap badan hukum koperasi.  Diskriminasi ini dilakukan dengan disebut pada pasal  9 soal badan hukum BUMN adalah dalam bentuk perseroan.

/p>

Padahal koperasi ini disebut di pasal 33 sebagai bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi. Koperasi ini adalah badan hukum privat yang diakui negara seperti halnya Perseroan. Ini secara terang terangan melanggar pasal 28 D tentang soal kebebasan berorganisasi.

/p>

"Kami melihat peluang untuk dibatalkannya UU BUMN dan dengan demikian peraturan-peraturan di bawahnya sangat besar. Sebab sudah cacat secara epistemologis," sebutnya.

/p>

Berbeda dengan Suroto, Menteri BUMN Erick Thohir justru memastikan bahwa holding ultra mikro (UMi) akan menjadi solusi untuk berbagai permasalahan yang dihadapi pada  segmen usaha Mikro. Erick menjelaskan bahwa akses pendanaan yang lebih murah dan cepat akan menopang kemajuan segmen usaha itu. 

/p>

“Tentunya pemerintah secara keseluruhan memiliki solusi besar untuk menunjukan keberpihakan kepada sektor ultra mikro," ujar Erick (3/8) lalu.  

/p>

Menurut dia, ketika pemerintah berbicara tentang Indonesia maju, maka di dalamnya ada kemajuan segmen ultra mikro melalui penguatan ketahanan ekonomi.

/p>

 "Kami sudah memetakan sinergi yang dapat dilakukan di BUMN untuk menguatkan keberpihakan kepada pengusaha ultra mikro,” tambahnya. (git/fin)

Admin
Penulis