JAKARTA — Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI Anis Byarwati mengatakan ada ketidaksinkronan antara pemahaman pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terkait Dana Alokasi Khusus (DAK).
Anis mengatakan, jika kita merujuk kepada definisi DAK. Yakni bertujuan mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai prioritas nasional.
Namun dalam kenyataannya, kondisinya menjadi berbalik. Karena ada kata-kata prioritas nasional, membuat seluruhnya menjadi domain pemerintah pusat mulai dari perencanaan, menentukan besaran alokasi DAK sampai kepada evaluasinya.
"Pada akhirnya, daerah penerima DAK hanya berperan sebagai eksekutor tanpa memiliki kebijakan apa pun dalam pengelolaan dana DAK,” ujar Anis.
Ia mengatakan, permasalahan ini bukan hanya terjadi tahun ini saja akan tetapi sudah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.
Jadwal perencanaan dan penganggaran daerah yang tidak sinkron dengan pemerintah pusat, menjadi salah satu penyebabnya.
Hal lain yang menjadi penyebab adalah regulasi atau juknis DAK yang sering terlambat dan tidak sesuai dengan jadwal perencanaan di daerah.
“Akhirnya berdampak kepada pelaksanaan DAK di daerah,” kata Anis
Ia menyayangkan kejadian yang terjadi berulang padahal kajian mengenai DAK sudah cukup banyak.
Terlebih, DAK yang peruntukannya untuk pembangunan infrastruktur, justru memiliki problematika yang tak kunjung usai. “Kita harus menemukan solusinya. Kebanyakan masalahnya teknis, seperti juklak dan juknis yang sering terlambat terbit, ” tutur Anis.
BAKN juga menemukan fakta beberapa daerah yang mendapatkan alokasi DAK tidak sesuai dengan kebutuhan daerahnya. “Karena yang menentukan menunya itu pemerintah pusat,” tambahnya.
Anis menjelaskan bahwa dalam paparannya dihadapan Komisi XI, Menteri Keuangan menyampaikan penyerapan dana DAK yang lambat. Pemerintah pusat merasa sudah mentransfer sejumlah dana, tetapi daerah lambat untuk menyerap sehingga pembangunan terganggu atau infrastruktur pembangunan di daerah menjadi terhambat. (khf/fin)