JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendi berkesempatan Nonton Bareng (Nobar) film Tjoet Nja' Dhien dengan supervisi film tersebut, Aktor Senior Slamet Rahardjo, di XXI Plaza Senayan Jakarta, Minggu (23/5) malam.
Usai menyaksikan film tersebut, Muhadjir menyebut banyak hal yang bisa dipelajari dari kisah perjuangan rakyat Aceh tersebut.
"Ini kan sudah film yang berlatar belakang sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang menurut saya sangat detil penggarapannya. Juga alur ceritanya relatif mudah dan juga tidak banyak bumbu-bumbu variasi yang kadang-kadang keluar dari konteks, karena ini saya yakin dari hasil riset yang sangat teliti dari pihak pembuat naskah maupun yang membikin skenarionya," ujar Muhadjir, menjawab pertanyaan Fajar Indonesia Network (FIN), Minggu (23/5).
"Film itu juga di dukung oleh para artis yang idealis, ada Mbak Christine Hakim, ada Mas Slamet Rahardjo, orang-orang yang berkomitmen kuat, bukan sekedar melihat film sebagai hiburan tapi sebagai panggung sejarah yang dipanggungkan kembali, yang bisa dipetik segala macam nisbah nya untuk generasi yang akan datang," sambungnya.
Muhadjir berharap, lebih banyak lagi kisah-kisah perjuangan bangsa yang di visualisasi kan, agar generasi muda memiliki minat dan mau mempelajari sejarah. Di era new normal ini, Muhadjir berharap para sineas Indonesia bisa mulai bangkit dan berkarya lagi, khususnya untuk menciptakan film-film yang bermanfaat bukan hanya sebagai hiburan saja, namun juga membuka cakrawala dan wawasan untuk berfikir tentang bangsa dan negara.
"Terutama sejarah perjuangan bangsa itu seharusnya wajib ditonton oleh anak-anak siswa secara sesuai dengan batas umur. Dan itu sejarah yang betul itu sebenarnya ya sejarah yang dipanggungkan itu. Tampilkan secara total, tidak hanya didalam teks, apalagi disitu ada tahun-tahun dan siapa pahlawannya, maka sebetulnya sejarah itu bukan melibatkan tokoh tapi sebuah situasi yang melibatkan banyak pihak, dimana semua orang punya kontribusi," tuturnya.
Ia pun meminta kepada pihak-pihak yang berwenang untuk bisa menjadikan pendekatan film sebagai sarana untuk pembelajaran bagi siswa. Sebab, memalui kisah sejarah yang dipanggungkan dalam sebuah film, nilai-nilai yang terkandung didalamnya akan lebih mudah diresapi dan dijalankan oleh generasi muda.
"Saya kira dari pihak yang bertanggung jawab (Stakeholder), segera membuka2 penelitian, buka-buka sejarah dsn dokumen-dokumen perfilm an kita, sebelum ini rusak, sebelum ini dimakan oleh waktu, sebaiknya dilakukan restorasi besar-besaran," tegasnya.
Sementara, aktor senior Slamet Rahardjo Djarot yang juga berperan sebagai Teuku Umar, suami Tjoet Nja' Dhien dalam film tersebut mengajak rekan-rekan sineas dan pekerja seni budaya lainnya untuk bisa bangkit. Seni, kata dia, harus mampu bangkit dan tidak boleh menyerah dengan kondisi pandemi.
Bahkan, kata dia, tak perlu menunggu-nunggu sesuatu hal untuk menjadi triger dalam berkarya, sebab menurutnya hal apapun yang terjadi didalam kehidupan nyata, bisa menjadi sumber inspirasi untuk berkarya.
"Triger itu gak usah jauh-jauh, ponakan kita kena narkoba saja, ponakan kita terbawa hal-hal yang buruk, itu triger yang sebenarnya. Kalau gak mengerti kehidupan, jangan pernah bermimpi jadi seniman," ungkapnya.
Ia pun mencontohkan dalam pembuatan film Tjoet Nja' Dhien, dimana ketika itu semuanya serba terbatas, bahkan film harus sampai mundur pengerjaannya hingga 3 tahun karena masalah biaya. Namun dengan tekad yang kuat dari sutradara Eros Djarot dan para pemain semuanya, maka tantangan bisa terlewati. Slamet pun menggambarkan situasi pandemi seperti saat ini, adalah sebuah tantangan yang harus dilewati, agar para seniman bisa bangkit dan sukses.
"Kami orang gila kumpul, enggak punya duit bikin film. Ini dibikin dua tahun bukan gara-gara prosesnya, tapi syuting dua bulan duitnya habis, nyari duit lagi," pungkas Slamet Rahardjo. (git/fin)