JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) akan melelang aset sitaan tersangka kasus dugaan korupsi PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Lelang dilakukan meski belum ada putusan dari pengadilan.
Menanggapi upaya pelelangan, pakar hukum Yenti Garnasih menyebut dasar hukumnya kurang memadai. Menurutnya sangat minim jika pelelangan dilakukan dengan hanya berpegangan pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Padahal tindak pidana korupsi berada di luar KUHAP.
"Mestinya sudah punya perangkat sendiri, KUHAP itu kan untuk mencuri biasa, pidana biasa," katanya dalam keterangan tertulisnya, Senin (17/5).
Mantan Ketua Panitia Seleksi Pimpinan KPK itu mengatakan pelelangan barang sitaan kasus Asabri membutuhkan kehadiran UU Perampasan Aset sebagai payung hukum. Dia juga berpendapat aset yang masih berstatus utang dan tak terkait kasus korupsi seharusnya tidak dipermasalahkan kejaksaan.
"Sepanjang harta tersebut dapat dibuktikan kepemilikannya yang bukan hasil korupsi, utang pun oke. Tapi kalau terbukti hasil korupsi tetap jadi masalah," katanya.
Dinilainya, selama ini pemangku kebijakan kurang responsif dengan kejahatan ekonomi yang kerap menjerat tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Ali Mukartono menyebut berdasarkan Pasal 45 KUHP aset sitaan boleh dilelang sebelum ada putusan dari pengadilan. Pelelangan dilakukan karena biaya penyimpanan terlalu tinggi.
"Asabri maupun Jiwasraya karena pemeliharaannya terlalu tinggi kita mau coba lelang," katanya.
Ditambahkan Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejagung Febrie Ardiansyah, proses pelelangan akan melibatkan Pusat Pemulihan Aset (PPA) Kejagung.
PPA sudah koordinasi ke Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menilai asetnya, dan nanti yang melelang Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).(gw/fin)