JAKARTA- Mantan politikus Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean meminta Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri agar tidak mendengar sejumlah desakan yang memprotes kebijakan nonaktif 75 pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Salah satu pihak yang memprotes itu, adalah putri almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, Alissa Wahid selaku koordinator jaringan Gusdurian.
Ferdinand menyebut, orang-orang seperti Alissa Wahid hanya merasa diri sebagai simbol kebenaran.
"Negara tidak boleh tunduk kepada tekanan orang-orang seperti ini. Orang-orang yang merasa dirinya kebenaran dan simbol perjuangan. Hukum negara harus tegak, bukan pendapat-pendapat subjektif oleh orang-orang seperti ini. Jalan terus KPK RI , jangan kuatir dengan tekanan opini seperti ini, tegakkan aturan," cetus Ferdinand Hutahaean di Twitter-nya, Rabu (12/5).
Ferdinand berujar bahwa Gusdurian bukan berarti mewakili Gus Dur. Menurutnya, Gus Dur adalah sosok yang pastinya menolak intoleran.
"Gusdurian itu bukan Gus Dur. Jangan-jangan Alm Gus Dur sedih melihat orang-orang bicara seperi ini atas nama Gusdurian. Gus Dur yang saya tau akan sangat menolak orang-orang yang intoleran dan gagal paham tentang beragama yang benar serta bertuhan yang benar," kata Ferdinand.
Sebelumnya, koordinator jaringan GUSDURian Alissa Wahid menilai, pertanyaan dalam TWK banyak yang tidak terkait dengan komitmen pemberantasan korupsi. Seperti pertanyaan kapan nikah, kesediaan dipoligami, melepas jilbab, hingga doa qunut.
“Pertanyaan-pertanyaan tersebut sarat dengan diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan, dan pelanggaran terhadap hak asasi manusia,” kata Alissa dalam keterangannya, Selasa (11/5).
Sebagian besar pegawai KPK, lanjut Alissa, memang dinyatakan lolos, namun hal itu tetap menimbulkan pertanyaan besar di kalangan masyarakat. Apalagi dalam daftar yang gagal, terdapat beberapa pegawai KPK yang berintegritas dalam mengungkap berbagai kasus besar.
GUSDURian mengecam adanya sejumlah pertanyaan dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) yang bermuatan diskriminasi, pelecehan terhadap perempuan, dan pelanggaran terhadap HAM.
“Komitmen berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tidak boleh diukur melalui serangkaian pertanyaan yang diskriminatif, rasis, dan melanggar Hak Asasi Manusia,” cetus Alissa. (dal/fin).