JAKARTA - Mutu pendidikan Indonesia mengalami kemunduran. Penyebabnya karena bangsa ini mengabaikan nasihat Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hadjar Dewantara.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Unifah Rosyidi mengatakan kemunduran pendidikan di Indonesia terjadi akibat mengabaikan nasihat Ki Hadjar Dewantara. Padahal, Bapak Pendidikan Nasional ini telah mengajarkan orientasi pendidikan yang futuristik.
“Ki Hadjar Dewantara sudah mengajarkan orientasi bangsa yang sangat jelas dan futuristik, melihat jauh ke depan. Tapi kita terlanjur mengabaikan bahkan melupakan nasihat bijak pendiri bangsa. Akibatnya pendidikan kita mengalami kemunduran. Kemunduran pendidikan karena terlalu sibuk membahas masalah-masalah administratif pendidikan mulai dari kurikulum, penggunaan anggaran, sistem evaluasi dan kelulusan, dana bantuan sekolah, dan berbagai persoalan lainnya,” katanya dalam keterangannya, Minggu (2/5).
Dikatakannya, pendidikan di Indonesia dikerdilkan menjadi sekadar akademis atau intelektualitas semata. Sementara rohnya pendidikan, hakikat pendidikan justru dilupakan. Persoalan besar yang dihadapi sekarang adalah hilangnya makna atau roh pendidikan dalam kehidupan berbangsa.
“Menyalahkan guru dalam kondisi seperti ini, juga sangat keliru. Guru sejak awal 'dijebak' dalam persoalan administratif serta dikejar target kurikulum yang sangat menguras tenaga. Guru misalnya, harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), menentukan kriteria ketuntasan minimal (KKM) dan melakukan analisis hasil ulangan (AHU) yang membutuhkan konsentrasi tinggi,” bebernya.
Terlebih, guru juga harus menyusun silabus, membedah kisi-kisi soal ujian tengah semester (UAS) serta sejumlah hal lain yang sangat administratif, menyita waktu dan menguras tenaga. Sementara di sisi lain, kesejahteraan guru dan peningkatan mutu guru melalui pelatihan periodik yang menjadi tanggung jawab pemerintah kurang diperhatikan.
Selain itu, masih banyaknya kebijakan pendidikan yang menimbulkan kegaduhan, penyusunan peta jalan pendidikan yang pragmatis dan bukan mencerminkan tentang pandangan sebagai bangsa dalam mengantisipasi pendidikan masa depan, dan perhatian yang sangat minim kepada guru, guru 3T (tertinggal, terdepan dan terluar), persoalan kesejahteraan dan kualitas yang jauh tersentuh,itu semua menunjukkan sudah saatnya ada pembenahan serius di dunia pendidikan kita.
Dikatakannya lahi, saat pandemi COVID-19 saat ini, permasalahan pendidikan bertambah serius. Ada dilema apabila penutupan sekolah berlangsung lebih lama yang menyebabkan learning loss dan prinsip mengutamakan keselamatan dan kesehatan pendidik dan peserta didik.
“Adanya pemberian vaksin bagi para pendidik dan tenaga kependidikan merupakan langkah penting untuk memastikan pembelajaran tatap muka (PTM) dapat berlangsung aman. PGRI berharap agar pemerintah, pemerintah daerah sangat serius menyiapkan secara hati-hati PTM demi keselamatan dan keamanan peserta didik, pendidik, orang tua, dan masyarakat,” terang dia.
Karenanya, diharapkan pada Hari Pendidikan Nasional mendatang, Ki Hadjar Dewantara dapat “tersenyum” bangga dan bukan sebaliknya “menangis” sedih melihat kondisi pendidikan saat ini.
Untuk diketahui, Ki Hadjar Dewantara yang bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, adalah pahlawan nasional asal Yogyakarta, yang lahir pada 2 Mei 1889. Tanggal kelahirannya kemudian diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional. (gw/fin)