JAKARTA - Pegiat demokrasi kembali menguji sistem keserentakan pemilu lima kotak ke MK. Pengujian ini dimohonkan oleh mantan KPPS, PPS, dan PPK pada Pemilu 2019 yang lalu.
Permohonan ini didasarkan pada beban penyelenggara pemilu, khususnya KPPS, PPS, dan PPK sangat luar biasa berat dengan sistem keserentakkan lima kotak.
Pengalaman Pemilu 2019, beban berat itu membuat banyak penyelenggara pemilu kelelahan hingga jatuh sakit, bahkan 800 orang lebih meninggal dunia.
BACA JUGA: Pemilu dan Pilkada 2024 Perlu penyederhanaan
"Kondisi saat ini, pilihan pembentuk undang-undang untuk tetap menggunakan format keserentakan pemilu lima kotak, dianggap tidak mematuhi prasyarat yang sudah diperintahkan MK di dalam Putusan Ni. 55/PUU-XVII/2019," kata Heroik Pratama selaku Kuasa Hukum Pemohon, Kahfi Adlan, Fadli Ramadhanil, dan Catherine Natalia, Selasa (27/4).Bahwa di dalam putusan tersebut diperintahkan, untuk memilih format keserentakkan pemilu, pembentuk undang-undang mesti melibatkan partisipasi banyak kalangan untuk mendapatkan masukan atas pilihan keserentakkan pemilu.
BACA JUGA: PKS Sowan ke PDI Perjuangan
"Termasuk juga menghitung implikasi teknis beban penyelenggara pemilu atas pilihan format keserentakkan pemilu. Menurut Para Pemohon, pembentuk undang-undang belum melakukan beberapa prasyarat yang diperintahkan oleh MK di dalam menentukan sistem keserentakkan pemilu," ujarnya.Pilihan pembentuk undang-undang yang tidak melakukan revisi UU Pemilu, dianggap memilih format keserentakkan pemilu lima kotak tanpa menghitung secara cermat beban kerja penyelenggara, khususnya KPPS, PPS, dan PPK.
BACA JUGA: Periksa Walkot, KPK Konfirmasi Barbuk Kasus Korupsi Lelang Jabatan Pemkot Tanjungbalai
Di dalam permohonan ini, Para Pemohon meminta kepada MK untuk menyatakan bahwa keserentakkan pemilu tidak menggabungkan pemilu Presiden, DPR, dan DPD dengan Pemilu DPRD Provinsi dan DPRR Kabupaten/Kota.Sebab menurut pemohon, menggabungkan empat pemilu legislatif sekaligus, menjadi salah satu penyebab rumit dan beratnya beban penyelenggara pemilu.
Terkait format keserentakan seperti apa yang akan dipilih, dipersilahkan pembentuk undang-undang memilih, sepanjang tidak menyerentakan Pemilu Serentak Nasional (Presiden, DPR, dan DPD), bersamaan dengan Pemilu DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota. (khf/fin)