JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungikinan untuk menjerat korporasi dalam kasus suap perizinan ekspor benih bening lobster alias benur (BBL). Termasuk PT Aero Citra Kargo (ACK) dan PT Perishable Logistics Indonesia (PLI).
Diketahui, dalam surat dakwaan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, disebutkan bahwa PT ACK mendapat keuntungan hingga Rp38 miliar dari izin ekspor BBL.
Kedua perusahaan tersebut juga bekerjasama terait pengiriman BBL dari para eksportir. Tarif ekspor BBL per ekornya dipatok Rp1.800. Dari kerja sama tersebut PT ACK mendapat jatah Rp1.450 per ekor dan PT PLI mendapat Rp350 per ekor.
BACA JUGA: Battlefield 6, PS4 dan Xbox One Gak Kebagian?
"Jika berdasarkan persidangan terungkap fakta hukum yang didukung dengan setidaknya dua bukti permulaan yang cukup ada dugaan keterlibatan pihak lain baik itu orang maupun korporasi tentu akan KPK tindaklanjuti," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (16/4).Kendati demikian, Ali mengatakan saat ini Tim JPU akan terlebih dulu fokus dalam pembuktian unsur pasal suap sebagaimana uraian surat dakwaan para terdakwa.
"Untuk membuktikan dakwaan,Tim JPU tentu akan menghadirkan saksi-saksi yang memiliki relevansi dan memaparkan alat bukti lainnya," kata Ali.
BACA JUGA: Target Pertumbuhan Ekonomi 5,3 persen, Tiap Kuartal Harus 7 Persen
Sebelumnya, Jaksa KPK mengungkapkan keuntungan PT Aero Citra Kargo (PT ACK) sebagai satu-satunya perusahaan forwarder benih bening lobster mencapai Rp38 miliar.Hal tersebut terungkap dalam surat dakwaan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
"Bahwa sejak PT ACK beroperasi pada bulan Juni 2020 sampai dengan bulan November 2020, PT ACK mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp38.518.300.187," kata jaksa saat membacakan surat dakwaan, Kamis (15/4).
Keuntungan Rp38 miliar itu diterima dari pemilik PT DPPP Suharjito dan perusahaan-perusahaan eksportir benih bening lobster lainnya.
BACA JUGA: Kementerian Investasi Dinilai Sia-sia, Korupsi Faktor Utama Penghambat Investasi
Diketahui, PT ACK disebut jaksa bekerjasama dengan PT PLI terkait ekspor benih lobster.PT PLI yang mengurus seluruh kegiatan ekspor benur, sedangkan PT ACK hanya sebagai perusahaan yang melakukan koordinasi dengan perusahaan eksportir dan menerima keuntungan.
Dalam kerja sama itu, ditetapkan bahwa biaya ekspor benur yakni sebesar Rp1.800 per ekor dengan pembagian PT PLI mendapatkan biaya operasional pengiriman sebesar Rp350 per ekor, sementara PT ACK mendapatkan sebesar Rp1.450 per ekor.
BACA JUGA: Kalau Dipilih, PAN Siapkan Kader Terbaiknya
Kemudian, jaksa melanjutkan, setiap satu bulan sekali hingga 12 November 2020, para pemegang saham PT ACK dibagikan keuntungan tersebut seolah-olah sebagai deviden.Para pemilik saham itu adalah Amri yang merupakan teman dekat Edhy Prabowo, kemudian Yudi Surya Atmaja, dan Achmad Bachtiar.
Amri mendapat total Rp12.312.793.625 yang ditransfer ke Bank BNI. Achmad Bachtiar mendapat Rp12.312.793.625 yang juga ditransfer ke rekening Bank BNI. Terakhir Yudi mendapat Rp5.047.074.000 yang ditransfer melalui rekening BCA.
BACA JUGA: Dominic Calvert-Lewin Cocok untuk MU karena Mirip Filippo Inzaghi
Amri dan Achmad Bachtiar adalah nominee atau representasi dari Edhy Prabowo di PT ACK. Total uang deviden keduanya yang senilai Rp24.625.587.250 itu dikelola oleh staf Edhy Prabowo bernama Amiril Mukminin."Dikelola oleh Amiril Mukminin yang memegang buku tabungan dan kartu ATM milik Achmad Bahtiar Dan Amri atas sepengetahuan Terdakwa (Edhy Prabowo)," kata jaksa.
Adapun, Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp25,7 miliar terkait izin ekspor benih bening lobster (BBL)/benur.