JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta agar Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) membuka blokiran 92 rekening terkait Front Pembela Islam (FPI). PPATK harusnya jangan sekadar ikut-ikutan dan tidak tahu tugas hukumnya.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta PPATK jangan hanya menyampaikan kepada publik mengenai 92 rekening terkait dengan FPI dan afiliasinya. PPATK harus memahami tugas dan fungsinya sebagai intelijen keuangan yang kerjanya diatur berdasarkan UU No.8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan UU No. 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
BACA JUGA: Hanya 5 Pemain yang Akan Dipertahankan Juventus, Cristiano Ronaldo?
"Apakah sikap PPATK mengumumkan ke publik terkait 92 rekening itu merupakan kewajiban hukum atau hanya ikut-ikutan saja. Sebab FPI sebagai kelompok yang berseberangan dengan pemerintah lalu PPATK sebagai lembaga dalam rumpun kekuasaan ikut membuka hal-hal terkait dengan FPI," kata Arsul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi III DPR dengan PPATK, Rabu (24/3).Dijelaskan Arsul, PPATK sebagai unit intelijen finansial tugasnya diatur dalam UU No. 8/2010. Tugasnya, yaitu analisis dan laporan terindikasi TPPU kemudian diteruskan kepada penyidik.
BACA JUGA: Konsisten Dorong Belanja Masyarakat, Bank Mandiri Beri Diskon 77% untuk transaksi di McDelivery
"Di dalam Pasal 47 UU No. 8/2010 memandatkan PPATK membuat dan melaporkan tiap 6 bulan kepada Presiden dan DPR. Namun, tidak disebutkan pelaksanaan tugas tersebut disampaikan kepada publik," ujarnya.Arsul juga menjelaskan bahwa dalam UU No. 9/2013, langkah pemblokiran rekening terkait dengan tindak terorisme tidak diumumkan kepada publik.
"Siapa pun dan apa pun posisi politiknya terhadap pemerintah tidak boleh mendapatkan perlakuan yang tidak setara atau unequal treatment," kata politisi PPP itu.
Kritik juga dilontarkan Habiburokhman. Kolega Arsul Sani di Komisi III DPR mempertanyakan relevansi membekukan 92 rekening FPI dan afiliasinya. Sebab jika mengacu pada UU No. 8/2010, objek TPPU adalah hasil kejahatan yang diduga dari tindak pidana.
BACA JUGA: Dukung Produktifitas Pertanian NTB dan NTT, Pemerintah Rehabilitasi 19 Daerah Irigasi
"Karena berdasarkan informasi (dari 92 rekening itu) ada rekening pribadi dan keluarga. Kalau membaca UU Ormas, ormas yang dibekukan maka bukan berarti dana ormas itu otomatis menjadi hasil kejahatan, tidak ada ketentuan itu sehingga apa relevansi penyitaan," katanya.Terlebih, pihak kepolisian sudah menegaskan belum menemukan unsur-unsur pidana terkait 92 rekening tersebut.
"Jadi, dibuka saja (blokiran rekening) karena itu adalah rekening pribadi menyangkut orang tersebut, kasihan. Misalnya, dana kita ada di rekening tersebut (yang terblokir) maka kesulitan penuhi kebutuhan," ujarnya.(gw/fin)