Amnesty International Minta Pemerintah Sudahi Diskriminasi Rasial terhadap Warga Papua

fin.co.id - 21/03/2021, 15:50 WIB

Amnesty International Minta Pemerintah Sudahi Diskriminasi Rasial terhadap Warga Papua

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid meminta pemerintah mengakhiri praktik diskriminasi rasial terhadap masyarakat Papua bertepatan dengan Hari Penghapusan Diskriminasi Rasial Sedunia yang jatuh pada 21 Maret setiap tahunnya.

“Potensi rasisme institutional yang terjadi terhadap orang Papua selama berpuluh-puluh tahun masih terus berlanjut sampai sekarang. Ini tercermin dengan masih banyaknya kasus pembunuhan di luar hukum di Papua dan Papua Barat yang belum memiliki skema akuntabilitas yang jelas," kata Usman dalam keterangannya, Minggu (21/3).

Ia mengatakan, setidaknya terdapat tuga kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan yang berakibat pada kematian lima warga sipil Papua selama tiga bulan pertama di 2021.

Namun hingga kini, kata dia, belum ada investigasi yang dilakukan pemerintah terhadap tiga kasus tersebut.

“Pemerintah harus menunjukkan keadilan bagi seluruh masyarakat, termasuk bagi masyarakat Papua, dengan memastikan proses penyelidikan seluruh kasus pembunuhan di luar hukum di Papua dilakukan dengan segera, efektif, independen, imparsial, dan terbuka," kata dia.

Tidak hanya itu, ia meminta proses penyelidikan dan penuntutan tidak hanya terbatas pada para pelaku di lapangan. Namun juga diarahkan pada kemungkinan keterlibatan para pemberi perintah, apapun pangkatnya.

Berdasarkan laporan bertajuk Suda Kasi Tinggal Dia Mati yang diterbitkan Amnesty International pada 2018 lalu, setidaknya terdapat 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan di Papua dan Papua Barat dengan total 95 korban selama 2010-2018.

Amnesty juga mencatat hanya enam dari 45 kasus diduga melibatkan oknum polisi yang diselesaikan melalui mekanisme akuntabilitas internal kepolisian dan kemudian hasilnya diumumkan ke masyarakat.

Sementara, hanya enam dari 34 kasus yang diduga melibatkan anggota TNI diadili dalam pengadilan militer.

"Tidak ada satupun dari 69 kasus tersebut yang dibawa ke pengadilan sipil," kata Usman.

Data yang dikumpulkan Amnesty sejak 2018 sampai Maret 2021 juga menunjukkan belum adanya perbaikan dalam penanganan perkara kasus tersebut.

Amnesty mencatat ada setidaknya 49 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh aparat keamanan dengan total 83 korban. Dari 49 kasus tersebut, belum ada satu pun yang dibawa ke pengadilan sipil.

"Pembunuhan di luar hukum oleh aparat merupakan pelanggaran hak untuk hidup, hak fundamental yang jelas dilindungi oleh hukum HAM internasional dan Konstitusi Indonesia," ucapnya.

Dalam hukum HAM internasional, Pasal 6 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) telah menegaskan bahwa setiap individu memiliki hak untuk hidup dan tidak boleh ada seorang pun yang boleh dirampas hak hidupnya.

Sedangkan dalam kerangka hukum nasional, hak untuk hidup dilindungi dalam Pasal 28A dan 28I UUD 1945 serta UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang intinya setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan tidak disiksa.

Admin
Penulis