News . 13/03/2021, 12:00 WIB
JAKARTA - Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag tengah mencanangkan pendidikan vokasi atau politeknik pada Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI).
Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Muhammad Ali Ramdhani mengatakan, di era revolusi industri 4.0, PTKI harus memikirkan keterampilan atau keahlian peserta didik agar dapat berkembang dan memenuhi permintaan pasar.
Dhani menuturkan, jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, pendidikan vokasi adalah pendidikan tinggi yang menunjang pada penugasan keahlian terapan tertentu.
"Saat ini sudah ada 44 politeknik negeri yang berkembang di Indonesia, akan tetapi belum ada yang berada di bawah koordinasi Kementerian Agama," ujarnya.
"Di samping itu, ada baiknya untuk tidak melupakan pondasi akar keilmuan dan hakikat kehadiran PTKI yaitu untuk menghadirkan pendidikan agama," imbuhnya.
Dhani menyebut, setidaknya ada empat disiplin kelimuan yang akan menjadi fokus politeknik pada PTKI yaitu, Food (Makanan), Fashion (Tata Busana), Art (Seni), dan Tourism (Pariwisata). Menurutnya, keempat disiplin tersebut sangat penting, mengingat perkembangan dan minat pasar begitu besar.
Oleh sebab itu, kata Dhani, pendirian politeknik berupa pendidikan vokasi dinilai penting. Kekuatannya bukan hanya pada knowledge namun lebih kepada kemampuan skill profesi bagi mahasiswa. "Saat ini sedang dikembangkan konsepnya, dengan melibatkan bayak pihak," ujarnya.
Di sisi lain, PTKIN diimbau meningkatkan sistem perkuliahan digital. Sebab, selain menyiasati pembelajaran di era pandemi, sistem pembelajaran digital juga turut memfasilitasi masyarakat yang kesulitan menempuh pendidikan tinggi akibat kebijakan belajar di ruang kelas.
Suyitno mengingatkan, pentingnya pembelajaran berbasis digital sebagai pemenuhan tanggungjawab perguruan tinggi Islam dalam memenuhi hak pendidikan kelompok masyarakat yang selama ini tidak tersentuh. Setidaknya, ada tiga pangsa pasar yang tidak tersentuh perguruan tinggi.
Kelompok pertama, adalah ratusan ribu guru madrasah yang belum berpendidikan sarjana. Para guru ini kesulitan memenuhi ketentuan berpendidikan sarjana bahkan karenanya tidak mendapat tunjangan sertifikasi akibat sulit mengikuti perkuliahan di kelas.
Kelompok kedua, kata Suyitno, para tenaga kerja Indonesia di luar negeri. Secara ekonomi, kelompok ini merupakan kelompok potensial, namun kesulitan melanjutkan pendidikan akibat pembelajaran berbasis ruang kelas.
Terakhir, lanjut Suyitno, kelompok pemuka agama Islam seperti da'i atau kiai. Rata-rata para da'i hanya menamatkan pendidikan formal di jenjang Madrasah Aliyah dan lebih memilih fokus mendalami pengetahuan Islam di pondok pesantren.
"Umumnya sudah tafaquh fiddin, tapi legal formalnya tidak ada. Maka kita harus fasilitasi mereka dengan memberikan ruang kuliah berbasis digital dan virtual," pungkasnya. (der/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com