Jakarta - Para nelayan di Bangka Barat berkomitmen untuk menjaga kelestarian Teluk Kelabat dari aktifitas pertambangan ilegal yang marak dilakukan. Forum Nelayan Pecinta Teluk Kelabat bahkan membantah telah menjalin kerjasama dengan PT Timah terkait izin aktivitas pertambangan.
Koordinator Forum Pecinta Teluk Kelabat Maryono menyebut penawaran kerjasama dengan PT Timah dibuat oleh segelintir oknum yang mengaku sebagai perwakilan nelayan.
“Kemaren ada forum yang mengatasnamakan Nelayan Teluk Kelabat. Jadi (dengan) adanya forum yang dibentuk, mereka membuat pengajuan ke PT Timah seolah-olah Nelayan Teluk Kelabat tidak mampu lagi menghadapi para penambang dan tidak dapat melaut dengan keadaan maraknya penambang illegal,” ungkap Maryono dalam keterangan tertulis yang disampaikan kepada media, Sabtu (13/3).
Menurut Maryono, upaya mengatasnamakan nelayan tersebut hanya bermotifkan keinginan untuk mendapatkan SPK (Surat Perintah Kerja) PT Timah, untuk melakukan aktivitas pertambangan. Namun, nelayan Teluk Kelabat sudah berkomitmen untuk menjaga daerah tangkapnya dari aktivitas pertambangan timah.
Maryono pun memastikan Forum Nelayan Pecinta Teluk Kelabat Dalam yang terdiri dari 10 desa dan jumlah anggota sekitar 1.000 nelayan ini tetap berpegang teguh pada Perda No 3 Tahun 2020 tentang RZWP3K yang menyatakan wilayah Teluk Kelabat Dalam bebas (zero) dari aktivitas tambang timah.
“Saran kami kepada Dirut PT Timah Tbk agar selektif mengeluarkan SPK dalam kondisi yang masih memanas di Teluk Kelabat Dalam. Kita (nelayan) jangan dibodoh-bodohi orang yang tidak bertanggung jawab yang mengatasnamakan Menteri dan petinggi di tingkat nasional,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Eko Kurniawan ikut membenarkan banyaknya penambangan ilegal di perairan Teluk Kelabat Dalam. Eko menjelaskan aktivitas tambang timah ilegal ini seharusnya dapat dilakukan penindakan segara. Namun, imbas terkendala biaya operasional yang tinggi, penindakan hukum di wilayah Teluk Kelabat belum maksimal dilakukan.
Eko pun mengakui adanya oknum pengusaha dibalik aktivitas pertambangan ilegal di wilayah tersebut. Mereka mempekerjakan masyarakat kecil sebagai penambang sehingga upaya hukum menjadi sulit dilakukan.
“Yang legal memang sampai IUP (Izin Usaha Pertambangan) nya selesai, statusnya tetap tanggung jawab PT Timah. Tetapi di dalam pelaksanaan, itu kan kalau belum clear. Gejolak sosialnya belum mampu dikondisikan, orang di situ berkegiatan juga tidak akan tenang," pungkas Eko. (git/fin)