News . 13/03/2021, 07:00 WIB
JAKARTA - Pengurus pusat Partai Demokrat membeberkan sejumlah bukti saat penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit. Mereka yang hadir, diklaim tidak memiliki suara yang sah.
Ketua Badan Pembina Organisaai dan Kaderisasi Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron menjelaskan, ada seorang peserta KLB yang mewakili Provinsi Aceh. Dan memberikan pernyataan di media sosial jika dirinya datang ke KLB. Hanya saja, yang bersangkutan justru ditawari posisi akan mengetuai wilayah Aceh.
Ada lagi contoh lain yang ditampilkan. Yakni mereka yang hadir justru telah menjadi kader partai lain dan telah maju dalam pencalonan legislatif pada 2019 lalu. Bukan maju dari partai Demokrat.
Di tempat lain, DPP Parta Demokrat beserta tim kuasa hukumnya melayangkan gugatan terhadap penyelenggara kongres luar biasa di Sibolangit. Dalam berkas gugatan, ada 10 orang yang digugat dan sebagian besar mereka adalah mantan kader Partai Demokrat.
“Pokoknya, saya kasih clue-nya aja, sebagian besar dari mereka (adalah) yang terlibat kongres, yang mengorganisir kongres, dan kami menduga mereka yang patut bertanggung jawab terhadap brutalitas demokrasi. Yang pasti, Jhoni Allen, Darmizal, yang lain-lain disebut kemudian,” kata Bambang, Jumat (12/3).
Ia menyebutkan, penyelenggaraan KLB Deli Serdang menghancurleburkan dan meluluhlantakkan demokrasi dan demokratisasi di Indonesia. "Problemnya adalah soal demokratisasi dihancurleburkan, diluluhlantakan. Sehingga kami datang ke sini ingin memuliakan proses demokratisasi itu," kata BW.
Dengan demikian, BW menyebut tindakan sejumlah mantan kader Partai Demokrat menyelenggarakan KLB di Deli Serdang telah melanggar Konstitusi.
Di tempat sama, Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra juga enggan menyebutkan secara keseluruhan siapa saja 10 nama yang masuk daftar gugatan di Pengadilan Negeri Jakaparta Pusat tersebut.
Pertama, melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) hasil Kongres Ke-V Demokrat. "Kedua, mereka (10 orang) melanggar konstitusi negara, tepatnya UUD (Undang-Undang Dasar) 45 Pasal 1 karena Indonesia negara hukum dan demokratis," terangnya.
Ketiga, 10 orang itu dianggap melanggar Pasal 26 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol). Ketentuan tersebut mengamanatkan mereka yang sudah dipecat dilarang membentuk kepengurusan yang sama dari parpol sebelumnya.
Dalam Pasal 26 ayat (2) UU Parpol disebutkan dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau partai politik yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya tidak diakui oleh UU ini.
"Itu salah satu pasal (UU Parpol) saja kami sebutkan. tapi ada pasal-pasal lain yang kami sampaikan," sebut dia. (khf/fin)
PT.Portal Indonesia Media
Alamat: Graha L9 Lantai 3, Jalan Kebayoran Lama Pal 7 No. 17, Grogol Utara, Kebayoran Lama, RT.7/RW.3 Kota Jakarta Selatan 12210
Telephone: 021-2212-6982
E-Mail: fajarindonesianetwork@gmail.com