Beberkan Bukti, Kubu KLB Digugat ke Pengadilan

fin.co.id - 13/03/2021, 07:00 WIB

Beberkan Bukti, Kubu KLB Digugat ke Pengadilan

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Pengurus pusat Partai Demokrat membeberkan sejumlah bukti saat penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) di Sibolangit. Mereka yang hadir, diklaim tidak memiliki suara yang sah.

Ketua Badan Pembina Organisaai dan Kaderisasi Keanggotaan (BPOKK) DPP Partai Demokrat, Herman Khaeron menjelaskan, ada seorang peserta KLB yang mewakili Provinsi Aceh. Dan memberikan pernyataan di media sosial jika dirinya datang ke KLB. Hanya saja, yang bersangkutan justru ditawari posisi akan mengetuai wilayah Aceh.

BACA JUGA:  Kembalikan Fungsi Alami, Kementerian PUPR Lanjutkan Penanganan 8 Danau Kritis di Indonesia

"Hanya saja, yang bersangkutan tidak mau karena dirinya sudah menjadi kader partai lain," terangnya, Jumat (12/3). Dalam konferensi pers kemarin, pihak DPP Demokrat juga memberikan sejumlah postingan media sosialnya.

Ada lagi contoh lain yang ditampilkan. Yakni mereka yang hadir justru telah menjadi kader partai lain dan telah maju dalam pencalonan legislatif pada 2019 lalu. Bukan maju dari partai Demokrat.

Di tempat lain, DPP Parta Demokrat beserta tim kuasa hukumnya melayangkan gugatan terhadap penyelenggara kongres luar biasa di Sibolangit. Dalam berkas gugatan, ada 10 orang yang digugat dan sebagian besar mereka adalah mantan kader Partai Demokrat.

BACA JUGA:  Dengarkan Keluh Kesah Pengguna Jasa, Bea Cukai Dorong Ekspor Daerah Tetap Berjalan

Ketua Tim Kuasa Hukum DPP Partai Demokrat Bambang Widjojanto usai melayangkan gugatan belum berkenan menyebut seluruh nama tergugat. Walaupun demikian, ia menyebut nama beberapa politisi seperti Jhoni Allen dan Darmizal.

“Pokoknya, saya kasih clue-nya aja, sebagian besar dari mereka (adalah) yang terlibat kongres, yang mengorganisir kongres, dan kami menduga mereka yang patut bertanggung jawab terhadap brutalitas demokrasi. Yang pasti, Jhoni Allen, Darmizal, yang lain-lain disebut kemudian,” kata Bambang, Jumat (12/3).

BACA JUGA:  Bertambah Dua, Total Korban Tewas Kecelakaan Bus Sumedang Jadi 29 Orang

Bambang juga merasa terhormat mendampingi DPP Demokrat dalam mengajukan gugatan tersebut. Menurutnya,, gugatan perbuatan melawan hukum ini diajukan lantaran adanya persoalan bangsa yang mendasar akibat penyelenggaraan KLB Deli Serdang yang menetapkan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko sebagai Ketua Umum.

Ia menyebutkan, penyelenggaraan KLB Deli Serdang menghancurleburkan dan meluluhlantakkan demokrasi dan demokratisasi di Indonesia. "Problemnya adalah soal demokratisasi dihancurleburkan, diluluhlantakan. Sehingga kami datang ke sini ingin memuliakan proses demokratisasi itu," kata BW.

BACA JUGA:  Korlantas Polri Menduga Kecelakaan Maut di Sumedang Akibat Bus Hilang Kendali

Ia juga mengaku, jika langkahnya ke pengadilan merupakan upaya terakhir mencari keadilan. Termasuk benteng terakhir bagi proses demokratisasi dan demokrasi. Menurutnya, Pasal 1 UUD 1945 tidak hanya menjelaskan Indonesia sebagai negara hukum, melainkan negara hukum yang demokratis.

Dengan demikian, BW menyebut tindakan sejumlah mantan kader Partai Demokrat menyelenggarakan KLB di Deli Serdang telah melanggar Konstitusi.

Di tempat sama, Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra juga enggan menyebutkan secara keseluruhan siapa saja 10 nama yang masuk daftar gugatan di Pengadilan Negeri Jakaparta Pusat tersebut.

BACA JUGA:  Divonis Bersalah dalam Kasus Djoko Tjandra, Napoleon Bonaparte: Sudah Cukup Martabat Saya Dilecehkan

"Nama-namanya nanti saja kami rilis. Intinya kenapa kami menggugat mereka karena para tergugat melakukan perbuatan melawan hukum," katanya. Ia melanjutkan, ada beberapa perbuatan yang dianggap melawan hukum.

Pertama, melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) hasil Kongres Ke-V Demokrat. "Kedua, mereka (10 orang) melanggar konstitusi negara, tepatnya UUD (Undang-Undang Dasar) 45 Pasal 1 karena Indonesia negara hukum dan demokratis," terangnya.

Ketiga, 10 orang itu dianggap melanggar Pasal 26 UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (Parpol). Ketentuan tersebut mengamanatkan mereka yang sudah dipecat dilarang membentuk kepengurusan yang sama dari parpol sebelumnya.

Dalam Pasal 26 ayat (2) UU Parpol disebutkan dalam hal dibentuk kepengurusan dan/atau partai politik yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keberadaannya tidak diakui oleh UU ini.

"Itu salah satu pasal (UU Parpol) saja kami sebutkan. tapi ada pasal-pasal lain yang kami sampaikan," sebut dia. (khf/fin)

Admin
Penulis