Melawan Vonis Nurhadi, KPK Ajukan Banding

fin.co.id - 12/03/2021, 11:33 WIB

Melawan Vonis Nurhadi, KPK Ajukan Banding

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

JAKARTA - Vonis enam tahun penjara untuk mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi Abdurrachman dan menantunya, Rezky Herbiyono dinilai tak layak. Keduanya harusnya divonis lebih berat.

Pelaksana tugas juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bidang penindakan Ali Fikri mengatakan pihaknya akan melawan vonis yang telah dijatuhkan terhadap Nurhadi dan Rezky Herbiyono. KPK menilai kedua terpidana tersebut layak dihukum yang lebih berat dari vonis 6 tahun penjara.

"Kami akan segera menyusun argumentasi dalam memori banding terkait hal tersebut yang kemudian akan diserahkan kepada Pengadilan Tinggi Jakarta melalui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," kata Ali Fikri, Kamis (11/3).

BACA JUGA: PBVSI Tidak Akan Cabut Penghargaan Aprilia Manganang Semasa Jadi Atlet Voli Putri

Dikatakannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK juga sudah menyatakan mengajukan banding atas vonis terhadap Nurhadi dan Rezky. Dikatakannya, JPU menilai pertimbangan hakim memutuskan hukuman dua orang itu keliru.

"JPU menyatakan banding karena memandang ada beberapa pertimbangan majelis hakim yang belum mengakomodasi apa yang dituntut oleh tim JPU KPK," ujarnya.

Meski demikian, diungkapkannya KPK tidak bisa menginterupsi putusan hakim. KPK tetap lapang dada menerima putusan hakim tersebut.

"KPK apreasiasi dan hormati putusan majelis hakim yang menyatakan para terdakwa terbukti bersalah sebagaimana dakwaan tim JPU," tutur Ali.

BACA JUGA:  Kemendagri Sebut Data Kependudukan 3 Ribu Lebih Warga Suku Anak Dalam Jambi Sudah Terekam

Kekecewaan juga diungkapkan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman.

"Sangat mengecewakan putusan 6 tahun itu. Sebab jika berbicara Nurhadi, dia memanfaatkan jabatan sekretaris itu untuk istilahnya melakukan penyimpangan atau mempengaruhi putusan-putusan. Soal istilahnya dia mempengaruhi hakim itu dituruti atau tidak, berhasil atau tidak berhasil, urusan nanti. Tapi dia berusaha memanfaatkan kedudukannya," katanya.

Baginya, Nurhadi adalah pejabat yang bekerja di lembaga penegak hukum. Harusnya, Nurhadi divonis di atas 10 tahun penjara.

BACA JUGA:  Korlantas Polri Menduga Kecelakaan Maut di Sumedang Akibat Bus Hilang Kendali

"Meski dia bukan penegak hukum, tapi dia bekerja di lembaga penegak hukum. Dan itu yang seharusnya dilihat hakim, sehingga harusnya putusannya itu di atas 10 tahun," tegasnya.

Lantas, Boyamin pun membandingkan vonis Nurhadi dengan vonis Pinangki Sirna Malasari terkait suap di kasus Djoko Tjandra. Dia pun heran, Pinangki divonis 10 tahun, sedangkan Nurhadi yang memiliki jabatan lebih berkuasa daripada Pinangki cuma divonis 6 tahun.

"Pinangki aja kena 10. Itu kan juga suap. Dan suapnya berapa, cuma 7 miliar gitu kan. Tapi dia kena 10 tahun. Sama-sama nerima suap. Pinangki jabatannya apa, bawah banget dan dia tidak bisa mempengaruhi apa-apa, kan gitu kan," ujarnya.

BACA JUGA:  Dukung Pemulihan Ekonomi, Kementerian PUPR Selesaikan 263 Sarana Hunian Pariwisata di Manado – Likupang

"Kalau Nurhadi kan levelnya di pimpinan Mahkamah Agung yang melayani hakim agung. Karena Sekretaris MA mengurusi administrasi dan sebagainya jadi hubungan kedekatannya tuh ada. Tapi kalau Pinangki kan dalam pengertian itu kan pangkatnya rendah hanya coba mempengaruhi pimpinan-pimpinan kan gitu kan dan itu pun belum berhasil," sambungnya.

Meski demikian, dia tetap menghormati keputusan hakim. Karenanya dia sangat setuju jika JPU KPK mengajukan banding.

"Saya tetap menghormati keputusan karena berlaku asas res judicata, kita harus menghormati semua putusan hakim meskipun dianggsp atau dirasakan salah. Jadi ya tetap menghormati putusan itu dan ya saya hanya bisa mendorong jaksa tetap mengajukan banding," ungkapnya.

BACA JUGA:  Alih Status Jadi ASN, KPK Gelar Assesmen Wawasan Kebangsaan bagi Seluruh Pegawai

Diketahui Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat memvonis Nurhadi dan Rezky dengan hukuman masing-masing 6 tahun penjara dan denda Rp 500 juta, Rabu (10/3).

Keduanya terbukti menerima suap Rp35,7 miliar dan gratifikasi Rp13,7 miliar. Fulus terkait pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan.

"Mengadili, menyatakan para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan beberapa kali," kata Ketua Majelis Hakim Saifudin Zuhri di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (10/3).

BACA JUGA:  Kerja Sama Kementerian ATR/BPN bersama POLRI dan Kejaksaan Agung demi Perkuat Kepastian Hukum Pertanahan

Dalam putusan itu, Majelis Hakim juga menyatakan perbuatan keduanya tidak merugikan negara, sehingga pidana tambahan berupa uang Rp 83 miliar yang didakwakan Jaksa KPK tidak dikabulkan.

“Oleh karena di persidangan terungkap bahwa uang yang diterima terdakwa adalah uang pribadi dari pemberi suap dan pemberi gratifikasi dan bukan uang negara, sehingga Majelis Hanya berkesimpulan bahwa dalam perkara ini tidak ada kerugian negara. Sehingga oleh karenanya Majelis Hakim berpendirian kepada para terdakwa tidak dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sejumlah sebagaimana penuntut umum dalam tuntutan pidananya," ujar Hakim Saifudin.

Admin
Penulis