Integrasi Industri Hulu Dan Hilir, Cegah Kasus Pipa Pertamina Terulang

fin.co.id - 12/03/2021, 15:26 WIB

Integrasi Industri Hulu Dan Hilir, Cegah Kasus Pipa Pertamina Terulang

Pesawat milik maskapai Citilink terdampak abu vulkanik erupsi Gunung Ruang di Bandara Sam Ratuangi, Manado, Sulawesi Utara

 

Jakarta - Integrasi industri hulu dan hilir merupakan solusi terbaik yang harus dilakukan, agar Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) bisa lebih dioptimalkan. Hal itu merujuk pada pemecatan langsung seorang pejabat PT Pertamina (Persero) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), karena melakukan impor pipa untuk proyek Pertamina, padahal industri dalam negeri sebenarnya mampu memenuhi kebutuhan itu.

Wakil Komite Tetap Industri Hulu dan Petrokimia, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Achmad Widjaya mengatakan, jika dibandingkan secara sejajar, memang harga produk pipa domestik memang jauh lebih mahal ketimbang produk impor. Hal itu menurutnya karena bahan baku pembuatan pipa, yaitu baja, masih didapatkan dari impor. Sementara untuk produk pesaing dari China, industri baja sudah terintegrasi hulu hingga hilir-nya.

"Kalau anda sebagai Krakatau Steel, gak punya bahan baku untuk menjadikan besi beton, pelat baja, dan lain-lain. Anda disini hanya produksi skala kecil kemudian anda jual, apakah bisa bersaing dengan yang namanya tirai bambu (China) yang industrinya terintegrasi dari hulu sampai hilir, ya gak bisa," ujar Achmad kepada Fajar Indonesia Network (FIN), Jumat (12/3).

Baca juga : Transisi Energi Fosil Ke EBT Terus Dikebut Pertamina

Achmad mengatakan, pemimpin-pemimpin Indonesia terdahulu seperti Bung Karno dan Soeharto, sebenarnya telah menyadari akan pentingnya industri baja untuk ketahanan negara, maka itu dibangunlah Krakatau Steel. Menurutnya, konsep awalnya memang sudah baik, hanya saja seiring dengan perkembangan zaman, industri baja Indonesia tidak berkembang, bahkan integrasi antara industri hulu dan hilir baja terputus dan Krakatau Steel kini mengandalkan bahan baku impor.

"Zaman Pak Harto 30 tahun yang lalu sudah membuat perusahaan Krakatau Steel yang terintegrasi hulu sampai ke hilir, makanya dulu kita punya besi gak pernah ribut. Nah sekarang dengan tuntutan teknologi dan zaman, kita punya RDMP (Refinery Development Master Plan) Pertamina untuk satu tetes minyak menjadi bahan baku dimana-mana saja belum jadi, bagaimana kita mau punya Krakatau Steel (Produknya) gak mahal," tuturnya.

Achmad berharap, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memiliki visi untuk menjadikan seluruh sektor industri pengolahan, bisa terintegrasi dari hulu hingga hilir. Ia berharap industri yang sangat sentral seperti Krakatau Steel bisa diintegrasikan dari hulu hingga hilir. Ia mencontohkan seperti halnya di sektor pangan, ada PT Indofood yang dari hulu hingga hilir terintegrasi. Hal itu membuat produk jadi berupa mie instan harganya ekonomis.

"Krakatau Steel jangan terlalu nyaman bermain di hilir saja. Contoh saja Indomie yang punya bogasari di hulu nya, bahkan hingga shipping nya dia tangani sendiri. Itulah yang membuat harga Indomie murah, hanya Rp3.000 per bungkus," pungkasnya. (git/fin)

Admin
Penulis