JAKARTA - Rencana pemerintah impor 1 juta ton beras dianggap bertolak belakang dengan langkah pemerintah meningkatkan produksi dan ketahanan pangan nasional melalui program lumbung pangan atau Food Estate.
Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Hermanto mengatakan, impor 1 juta ton beras tidak pas dilakukan saat ini, mengingat tengah masuk Musim Tanam I (MT), di mana lebih banyak menghasilkan jika dibandingkan dengan MT II.
BACA JUGA: Foto Telanjangnya Diunggah, Ferdinand Ancam Polisikan Media Online Gelora
"Impor satu juta ton beras ini tidak cocok dengan program-program terkait dengan Food Estate. Selain itu, seperti kita ketahui petani saat ini sedang serius-seriusnya menanam dan panen. Bahkan, pihak Kementerian Pertanian (Kementan) selalu menginformasikan kepada kami surplus beras,'' ujar Hermanto, kemarin (9/3).Apabila pemerintah tetap melakukan impor satu juta ton beras, maka sama saja telah menyakiti hati petani Tanah Air yang sudah bekerja keras meningkatkan produksi pertanian, terutama padi. Artinya, kata dia, program Food Estate yang menggunakan anggaran tidak sedikit telah gagal.
BACA JUGA: Dukung Pemerintah Cegah Covid 19, Kajari Pangkalpinang Serta Jajarannya Disuntik Vaksin
"Saya minta impor satu juta ton beras sebaiknya ditinujau ulang dan anggarannya dioptimalkan untuk pemberdayaan pembelian beras-beras petani yang sekarang sedang panen. Terutama, di lahan Food Estate yang sudah mengalami panen,'' ucap dia.BACA JUGA: Jansen Heran, Moeldoko Ngebet jadi Ketum Padahal Jadi Simpatisan Partai Saja Ga Pernah
Keberatan kalangan DPR RI soal impor satu juta ton beras itu adalah sebagai bentuk komitmen kepada petani di mana menegakkan kedaulatan pangan yang tertuang dalam amanat UU Pangan.Terpisah, Koordinator Nasional Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah mengatakan, rencana impor satu juta ton beras bakal membuat harga beras di tingkat petani anjlok. Bahkan, lebih buruk lagi tidak terserap di tengah masuknya musim panen saat ini.
BACA JUGA: Kubu Moeldoko Bakal Laporkan Pengurus Demokrat Gerbong AHY ke Bareskrim
"Di Indramayu, 2-3 Minggu lagi April awal panen. Sedangkan sebagian wilayah sudah panen duluan seperti di Bojonegoro, Ngawi, sebagian di wilayah agak selatan udah mulai panen,'' ujar Said.Momen ini, kata Said, pasokan beras akan lebih banyak dibanding waktu normal. Namun memang tidak semua dalam kondisi baik, ada sebagian hasil panen yang memiliki kandungan air lebih banyak. Alhasil, harga bisa terkerek turun.
Dia mencontohkan, di Ngawi dan Bojonegoro kualitas berasnya turun karena kandungan air di gabah tinggi. Harga pembelian gabah kering panen itu dihargai Rp3.800/kilogram (kg), namun tidak laku terjual karena kandungan airnya yang tinggi.
BACA JUGA: Libur Isra Miraj dan Nyepi, Menaker Imbau Pekerja dan Buruh Tak Pergi ke Luar Kota
Dalam kasus ini, menurut dia, pemerintah harus melakukan antisipasi sejak awal, yakni melalui anggaran maupun kebijakan. "Harus dihitung betul-betul, kalau alasannya menjaga stok, apa bijak mengumumkan impor jelang panen raya? Apa bijak juga ambil impor sebagai jalan keluar dengan dalih jaga stok?" kata Said.BACA JUGA: Terungkap, Peserta KLB Dijanjikan Rp100 Juta, Eh Dapetnya Hanya Rp5 Juta
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pentingnya penyediaan beras dengan stok 1-1,5 juta ton termasuk melalui impor demi menjaga ketersediaan pasokan di dalam negeri supaya harganya tetap terkendali. "Salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta-1,5 juta ton," ujar Airlangga.Alokasi penyediaan dari impor 500 ribu ton untuk Cadangan Beras Pemerintah (CBP) dan 500 ribu ton sesuai dengan kebutuhan Perum Bulog. Kedua, penyerapan gabah oleh Perum Bulog dengan target setara beras 900 ribu ton saat panen raya pada Maret sampai dengan Mei 2021, dan 500 ribu ton pada Juni sampai September 2021. (din/fin)